Tampilkan postingan dengan label Belajar dan Pembelajaran. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Belajar dan Pembelajaran. Tampilkan semua postingan

Kamis, 14 April 2016

ANAK BERKESULITAN BELAJAR DALAM FGD

(Slipi, Jakarta Barat,  11 Mei 2015)

Oleh Untung S. Drazat

ABSTRAK
Catatan merupakan resume dan analisis tambahan dari penulis mengenai hasil diskusi terbatas tentang anak berkesulitan belajar. Diskusi ini mengenai keberadaan anak berkesulitan belajar dalam perspektif dan kerangka pembelajaran mereka di Indonesia. Dianalisis juga alternatif kemungkinan kerangka pembelajaran mereka dalam setting sekolah inklusif dan sekolah khusus. 

Diadakan atas prakarsa Bapak Jokokoentono (Galeri Nasional, Jakarta) dan Bu Arini Magdalena Soewarno (Sekolah Talenta, Jakarta). Diadakan di Sekolah Talenta Jakarta. Peserta diskusi antara lain Bapak Jokokoentono, Ibu Arini Magdalena Soewarno, Ibu Ages Soerjana, Bapak Yuli Riban, Ibu Irma Sph, dan penulis.



A.      Latar Belakang
1.       Karakteristik anak berkesubel:
a.       Normal secara fisik maupun mental              (tidak cacat fisik /mental)
b.      IQ normal                                                       (tidak di bawah rerata tapi bisa di atas rerata)
c.       Faktor penyebabnya internal , yaitu penyebab medis minimum brain disfunction (MBD)   atau disfungsi minimal di otak (DMO)        (bukan faktor eksternal)
d.      Ada gap yang lebar antara potensi kecerdasan vs prestasi-nya di sekolah.

2.       Menurut penelitian Balitbang Dikbud (1997) di sekolah-sekolah dasar reguler di Jawa Barat, Jawa Timur, Lampung,  dan Kalimantan Barat terdapat 13,94% anak berisiko tinggal kelas. Rinciannya adalah:
a.       22%              anak dengan nteligensi tinggi
b.      25%              anak dengan inteligensi sedang
c.       52,6%           anak dengan inteigensi rendah

Dengan demikian, tanpa memasukkan 52,6% anak yang berinteligensi rendah, anak yang berisiko tinggal kelas itu sekitar 6,6%  adalah anak berkesubel yang kita maksudkan.

3.     Karena sebagian besar anak berkesubel terdapat di sekolah reguler, dengan guru-guru reguler, kondisi anak berkesubel berisiko tidak dipahami secara tepat. Implikasi dari kondisi ini antara lain:
a.       Terjadinya penyederhanaan permasalahan anak berkesubel, sehingga dianggap tidak serius
b.      Mempertukarkan antara kondisi berkesubel dengan hambatan belajar yang lain:
1)      Intellectual Disorder
a)      Lamban belajar                        (IQ antara >70 - hampir 90)
b)      Tunagrahita Ringan                (IQ antara 50 – 70)
2)      Anak Normal dengan Problem Belajar
Penyebab anak normal dengan problem belajar adalah berasal dari faktor luar anak dan bersifat sementara; misalnya karena kondisi sosial ekonomi rendah, konflik keluarga, perpindahan sekolah yang eksesif, dll. Dengan demikian, bila faktor luar penyebab itu terselesaikan, maka problem belajar anak pun akan hilang dengan sendirinya.
c.       Kemampuan, hambatan, minat, dan kebutuhan anak berkesubel  tidak tereksplorasi secara optimal dalam proses pembelajaran
d.      Penanganan yang tidak tepat membuat prestasi yang diraih anak jauh dari potensi optimalnya.

Rabu, 18 April 2012

HOROR UJIAN NASIONAL DAN TRYOUT-TRYOUT-NYA BELUM BERAKHIR



Naskah ini dimuat dalam catatan Facebook Untung Sudrajat (Untung S. Drazat)
Ditulis sebagai bentuk keprihatinan saya, sebagai praktisi pendidikan atas kebijakan pemerintah mengenai Ujian Nasional (UN). Sebenarnya, tulisan ini difokuskan pada fenomena UN di jenjang sekolah dasar. Tetapi bisa juga diproyeksikan untuk jenjang-jenjang pendidikan di atasnya...

Ujian nasional dan tryout-tryout-nya hadir kembali menjadi horor dan penyiksaan anak-anak sekolah. Inilah keprihatinan tahunan yang tak berubah juga....Benar-benar iba saya mencermati anak-anak kelas 6 yang tampak amat keletihan dalam menempuh tryout jelang ujian nasional. Bayangkan anak-anak sekolah dasar berusia 11-13 tahun ini menjalani tryout 9 kali untuk 3 pelajaran. Alhasil, sebanyak 27 kali tryout harus mereka jalani! Rinciannya: 5 kali tryout hasil kerjasama dengan sebuah penerbit di Jakarta; 1 kali tryout tingkat provinsi; 1 kali tryout tingkat kotamadya; dan 2 kali tryout tingkat kecamatan).

Selasa, 17 April 2012

KETERPADUAN INDERA DALAM BERGERAK

Diterjemahkan oleh Untung S. Drazat dari artikel
di http//www.nsbri.org./HumanPhysSpace/focus7/ep_uniting.html
Proses penginderaan pada beberapa jenis reseptor (saraf penerima) berlangsung secara terpadu dan menghasilkan pengalaman yang amat kompleks. Misalnya kita bisa memperkirakan enak tidaknya suatu jenis makanan hanya dengan mencium aromanya atau hanya dengan melihat bentuknya. Saat Anda memandang keluar jendela kereta yang tengah diam sementara terlihat kereta lain kian menjauh, mungkin Anda merasa bahwa Anda sendirilah yang bergerak. Namun, setelah ada informasi dari reseptor lain, baru Anda yakin bahwa bukan Anda yang bergerak. Kita bisa saja mengalami beberapa sensasi secara berbarengan. Misalnya sensasi sentuhan, rasa panas, tekanan, dan nyeri saat kita mengangkat panci panas dari kompor tanpa menggunakan celemek. Sebagai bahasan pertama, berikut ini akan kita uraikan tentang posisi dan pola-hubungan-ruang (spatial realtionship).

Selasa, 03 Februari 2009

KERANGKA MODEL PEMBELAJARAN ANAK BERKESULITAN BELAJAR DI SEKOLAH DASAR

 A. Latar Belakang Masalah
Di Indonesia, data terbaru mengenai prevalensi anak-anak berkesulitan belajar belum dapat dipastikan. Hal ini kemungkinan karena belum seragamnya definisi dan istilah kesulitan belajar. Penggunaan istilah kesulitan belajar kadang diper­tukar­kan dengan kondisi-kondisi yang lain, seperti lamban belajar (slow learner) dan berma­sa­lah dalam belajar (learning probleme) atau tunagrahita (mentally retardation). Istilah-istilah tersebut tidaklah bermakna sama.

Sebagai gambaran, prevalensi anak-anak yang mengalami kesulit­an belajar di Amerika sekitar 5%. Diperkirakan pula, lebih dari 20% anak usia sekolah di sana mengalami permasalahan dalam belajar, meskipun belum tentu teridentifikasi sebagai anak berkesulitan belajar (Wallace, 2002). Adapun menurut Lerner (2000) layanan pendidikan khusus dinikmati oleh 40% dari seluruh anak berkebutuhan khusus. Dari jumlah tersebut sebagian besar di antaranya adalah siswa berkesulitan belajar.
Dalam hal Indonesia, survei Abdurrahman dan Ibrahim (1994) terhadap 3.215 siswa kelas satu hingga kelas enam di 25 Sekolah Dasar Negeri di Jakarta menemukan 16,52% siswa yang dinyata­kan oleh gurunya sebagai siswa berke­sulitan belajar karena ni­lai rata-rata prestasi belajar mereka di bawah enam. Klaim guru terhadap persentasi ini be­­lum­ tentu sepenunhya tepat. Ka­re­na, tidak semua anak yang nilai rata-ratanya di ba­wah enam adalah anak ber­kesulitan belajar. Mungkin saja di antara mereka terda­pat anak-anak yang lam­ban belajar, bermasalah dalam belajar atau tuna­grahita ringan.

Selasa, 27 Januari 2009

THE FORGETTER

(Si Pelupa)

A. Perilaku
Sikap-sikap dan tindakan khas anak ini di rumah maupun di sekolah .
1. Tidak bisa menyelesaikan tugas sekolah.
2. Tidak membawa alat dan perlengkapan sekolah ke kelas.
3. Lupa untuk memenuhi tanggung jawabnya.
4. Terus-terusan meminjam alat dan perlengkapan kepada siswa lain.
5. Ingin keluar kelas untuk mengambil alat perlengkapan-nya yang tertinggal.
6. Tampak bingung dan linglung karena lupa.
7. Tidak mengembalikan sesuatu (misalnya pensil atau uang) yang pernah
dipinjamnya.

Sabtu, 23 Agustus 2008

LAMPIRAN KERANGKA PEMBELAJARAN ABB

METODE SELUSUR (V-A-K-T)
Pra-Membaca dan Membaca Permulaan
dengan Pendekatan Perkembangan
¨ Prinsip : mendayagunakan sebanyak-banyaknya kemampuan sensoris atau
penginderaan
1. Visual : penglihatan
2. Auditori : pendengaran
3. Taktil : perabaan
4. Kinestetik : kesadaran pola gerak
¨ Langkah-langkah
1. Perlihatkan sebuah huruf berukuran besar
2. Guru menyebutkan nama huruf & anak mengulanginya
3. Guru mencontohkan cara menelusuri pola huruf itu dengan jari tangan
4. Anak menelusuri pola huruf itu dengan jari tangan sendiri.
5. Saat menelusuri pola huruf, anak membunyikan nama hurufnya.
6. Ulangi kegiatan tersebut dua atau tiga kali.
7. Berikan anak selembar kertas berisi pola titik-titik huruf tersebut.
8. Anak merangkaikan titik-titik pola huruf tersebut.
9. Saat merangkaikan titik-titik pola huruf, anak membunyikan nama hurufnya.
10. Anak “menuliskan” pola huruf di udara, sambil membunyikan nama hurufnya.
11. Tugaskan anak menulis huruf tersebut di kertas polos, sambil membunyikan nama hurufnya.
(Fernald,1988 & Gillingham, 1976 dalam Lerner, 2000)

Rabu, 05 Desember 2007

THE SHOW OFF

Diterjemahkan dari artikel di website
disciplinhelp.com




A. PERILAKU


Sikap dan perilaku tertentu yang ditunjukkan anak ini di rumah dan di sekolahnya:


  1. Tampak seperti siswa yang baik.
  2. Rangkingnya bagus.
  3. Inginnya semua orang tahu bahwa dirinya cerdas.
  4. Mencari perhatian dan penghargaan melalui kegiatan kelas dan ulangan.
  5. Bertindak superior.
  6. Mendominasi dan meremehkan masukan dari orang lain.
  7. Menampakkan perilaku kompetitif yang ditempatkannya secara salah, sehingga timbul suasana konfrontatif atau pertentangan.
  8. Berjuang mati-matian agar bisa diterima dan dapat menjalin hubungan baik.
  9. Merasa senang apabila teman sekelasnya tidak bisa menjawab soal.
  10. Mungkin ia amat kreatif.
  11. Selalu melihat dengan cara yang berbeda kalau melakukan sesuatu.


Selasa, 02 Oktober 2007

B E L A J A R

Oleh Ratih Zimmer
Alih Bahasa oleh Untung S. Drazat

SD Pantara Kebayoran Baru, Jakarta


Belajar merupakan sesuatu yang umum. Kita belajar tentang sebuah rute baru, nama-nama orang, dan acara TV malam ini. Kita juga belajar berenang, belajar meletakkan papan nama, ataupun belajar cara menerbangkan helikopter. Kita pun mempelajari sejarah seni, mempelajari lima keagungan Tuhan, bahasa asing, maupun belajar mengenai sebuah pernyataan yang menjadi kalimat hukum. Belajar adalah sesuatu yang umum, tapi apakah itu? Apa belajar itu? Bagaimana caranya? Sesuatu yang umum tapi misterius. Mari kita simak uraian berikut.
 

Makhluk selain manusia semuanya mampu mempelajari keterampilan maupun konsep-konsep, baik di habitat alaminya maupun di laboratorium. Bahkan bakteri yang amat kecil, yang tidak memiliki inteligensi, ternyata mampu melakukan suatu trik di lab. Sedangkan raga/fisik manusia sebenarnya tidak bisa belajar. Mengapa begitu? Kita tidak bisa melakukan kegiatan belajar selama kita tidur, ‘kan? Mengapa? Dalam kondisi tertentu, seseorang bisa saja belajar berjalan di atas bara tanpa kakinya terluka, namun ia tentu saja tidak dapat belajar berjalan di atas air tanpa melakukan suatu latihan tertentu. Jadi, apa saja yang bisa dipelajari dan apa yang tidak?
 

ANAK ANDA INGIN SELALU DIPUJI?

Oleh Paul Kropp
Alih Bahasa: Untung S Drazat
[
dari Readers Digest, Edisi Juli 2000]



Dewasa ini, perasaan rendah diri muncul sebagai “avitaminosis emosional” yang bisa terjadi pada anak-anak maupun orang dewasa. Karena pertumbuhannya yang begitu pesat, rasa percaya diri seakan-akan tak bisa dikendalikan lagi. Layaknya sebuah rak buku yang melengkung karena jumlah bukunya kebanyakan, anak kita seakan berada di ambang “anemia emosional” jika kita lupa memberi pujian kepadanya.
 
Beberapa tahun yang lalu, saya mengajar seorang anak. Mike namanya. Kedua orangtuanya adalah dokter yang berulang kali menyatakan bahwa Mike tidak bisa lagi meningkatkan kemampuannya. Dan hal itu dinyatakan pula secara langsung kepada Mike sendiri. Mike pun stress lalu menjadi sering tampak gagap dan gugup. Bahkan, saat ia memperoleh nilai ulangan di atas rata-rata ia tetap menampakkan gejala itu. 


Selanjutnya . . .


GAYA BELAJAR

Bila pembelajaran tampak sukar …
Ajarkan anak anda gaya pembelajaran yang membuatnya
menjadi mudah!

Oleh
Pat Wyman, M.A.
[Staf Pengajar Bidang Pendidikan di Universitas California, Hayward,
Sonoma State University, Divisi Ekstensi]
Diterjemahkan oleh Untung S. Drazat



Masing-masing orang memiliki keunikan sendiri dalam cara belajarnya. Hikmah dari keunikan itu telah melahirkan seniman yang andal, musisi besar, dan medali emas bagi para atlet. Namun demikian, acapkali pengajaran di kelas diselenggarakan dengan cara yang amat berbeda dengan gaya belajar siswanya.

Akibatnya, anak menjadi tak berkembang, kurang percaya diri, tidak naik kelas dan mungkin jadi tidak kerasan bila berada di sekolah. Padahal ada solusinya.
Artikel berikut membahas tentang gaya-gaya belajar yang akan memperjelas bagaimana cara memecahkan “masalah” belajar pada anak atau siswa. Masalah yang mungkin tengah Anda hadapi

Selanjutnya . . . .

Sabtu, 01 September 2007

PROSEDUR REMEDIAL ANAK BERKESULITAN BELAJAR

Diterjemahkan Untung S. Drazat dari
Index buku The Hidden Handicapped, karya Gordon Serfontein, 1993


MASALAH AUDITORI

A. Resepsi Auditori dan Pemahaman Ucapan

Anak yang bermasalah dalam resepsi auditori (mencerap bunyi) sebenarnya memiliki pendengaran yang baik. Organ pendengarannya lengkap, tetapi tak dapat memaknai apa yang didengarnya. Apalagi memahaminya. Penjelasan guru tidak dapat diingatnya karena ia memang tak memahaminya. Anak ini sulit menyimak dan merespon stimulus suara, memahami kata-kata abstrak, menjawab pertanyaan konseptual, menjawab pertanyaan pemahaman bacaan, mengenali suatu objek dari uraian lisan, memaknai suatu kata dan memilahnya dari suara-suara yang lain.

Prosedur Remedial
  1. Berikan anak instruksi dengan kalimat pendek yang berisi satu konsep atau satu pertanyaan agar anak bisa mengulang ucap apa yang didengarnya. 
  2. Ingatkan selalu anak terhadap instruksi dan biarkan anak menyimak dengan cermat.
  3. Selalu berikan instruksi tunggal.

    Selanjutnya .... 

METODE PENGEMBANGAN BAHASA ANAK

PENDAHULUAN
Kecakapan berbahasa merupakan salah satu aspek yang dikembangkan dalam pendidikan pra-sekolah. Oleh karena itu, menjadi suatu hal yang perlu untuk membekali para (calon) praktisi pendidikan prasekolah atau (calon) Guru TK dengan: (1) pengetahuan akan konsep-teoretis dan aplikasi-praktis berbahasa; dan (2) pengenalan beragam metode pengem­bangan kecakapan berbahasa pada anak pra-sekolah.
Diktat sederhana ini merupakan handout (pegangan) bagi para mahasiswa PGTK dalam matakuliah Metode Pengembangan Bahasa. Diktat ini dibagi ke menjadi 3 bagian, yaitu:

Bagian Pertama diktat ini membahas pengertian bahasa dengan landasan beragam konsep. Beberapa teori yang ditawarkan dalam uraian ini dimak­sudkan untuk memberi pemahaman dan wawasan yang memadai mengenai konsep bahasa.

Bagian Kedua memfokuskan uraian pada bahasa sebagai “kemampuan yang dimiliki individu manusia”. Bahasa dipandang sebagai suatu kecaka­pan yang akan diperoleh secara bertahap. Bahasa juga dipandang sebagai kecakapan yang memiliki kesejajaran dengan bentuk kecakapan lainnya. Perkembangan bahasa pada anak menjadi salah satu bahasan penting dalam hal ini.

Dan Bagian Ketiga, dibahas beberapa metode pengembangan bahasa yang dapat diterapkan pada anak-anak pra-sekolah. Dalam hal ini, tidak akan disebutkan metode mana yang paling baik. Karena, tidak ada meto­de yang paling selalu baik. Satu metode yang tepat untuk satu anak atau suatu materi belum tentu tepat pula untuk anak atau materi yang lain.
Disadari atau tidak, diktat ini memiliki kekurangsempurnaan, baik berupa kesalahan maupun ketidaktepatan. Oleh karena itu, tegur sapa, saran, dan kritik dari pembaca sangat penulis harapkan.
Selamat membaca. Semoga bermanfaat.

--Penulis


BAHASA: APA DAN BAGAIMANANYA

A. Pengertian Bahasa
Bahasa merupakan sesuatu yang menakjubkan. Bahasa adalah salah satu prestasi tertinggi yang dicapai manusia. Meskipun beberapa hewan memili­ki semacam sistem komunikasi, namun hanya manusia yang me­ngem­bang­kannya dalam bentuk verbal/lisan, atau ucapan lisan.
Ada beragam pendapat para ahli mengenai pengertian bahasa. Perbedaan pandang­an dan pendapat ini tergantung pada latar belakang keilmuan para ahli tersebut. Berikut dikemukakan beberapa definisi bahasa:
1. John W. Santrock (2002)
Bahasa adalah suatu bentuk komunikasi, baik berupa ujaran, tulisan atau tanda-tanda yang didasarkan pa asuatu sistem simbol.

2. Robert Lado (1993)
Bahasa adalah sistem komunikasi yang terikat dengan perasaan dan aktivitas manusia —sesuai lingkup lingkungannya.
3. Chaedar Al-Wasilah (1993)
Bahasa adalah suatu sistem komunikasi “manasuka” yang menggunakan simbol vokal yang memungkinkan semua orang dalam lingkup budaya tertentu dapat berinteraksi.
Manasuka di sini maksudnya sesuatu yang “disepakati secara diam-diam” [silent agreement]

Dari ketiga pengertian bahasa tersebut tampak 5 ciri-ciri bahasa, yaitu:
  • Awalnya berupa simbol verbal
  • Berupa sistem [sistem bunyi/fonologi; sistem makna/semantik; sistem tatabahasa /morfologi-sintaksis]
  • Sebagai alat komunikasi [untuk menyampaikan pesan]
  • Ada kesepakatan diam [silent agreement]
  • Manusiawi [digunakan manusia]

B. Bentuk Aktivitas Berbahasa
Pada dasarnya ada 2 bentuk aktivitas bahasa, yaitu reseptif dan ekspresif. Reseptif adalah kemampuan memahami simbol bahasa yang dikemukakan orang lain. Sedangkan ekspresif adalah kemampuan menyampaikan pesan [pikiran; perasaan] sehingga dipahami orang lain. Jadi, bahasa reseptif berisfat pasif sedangkan ekspresif bersifat aktif.
Adapun menurut penggunaan obyeknya, aktivitas bahasa dibagi dua juga, yaitu aktivitas bahasa primer berupa menyimak dan berbicara. Dan aktivitas bahasa sekunder berupa membaca dan menulis. Disebut primer karena menyimak menggunakan obyek verbal-lisan [simbol bahasa pertama]. Sementara, mem­baca dan menulis disebut aktivitas bahasa sekunder karena
menggunakan tulisan [simbol bahasa kedua].
Untuk lebih jelasnya, kita lihat tabel bahasa (Janet Lerner,1992:342) di nawah ini!




Dengan demikian, secara umum bentuk aktivitas bahasa yang kita gunakan sehari-hari ada 4 macam, yaitu (1) menyimak [listenning], (2) berbicara [speaking], (3) membaca [reading], dan (4) menulis [writing]. Dalam kurikulum, keempat aktivitas bahasa ini pula yang menjadi materi kegiatan utamanya.


C. Fungsi Bahasa
Bahasa merupakan alat yang berfungsi untuk berkomunikasi antara manusia yang satu dengan manusia yang lain. Komunikasi sendiri dapat kita maknai sebagai proses menyampaikan pesan atau informasi. Dengan demikian, proses ini membutuhkan 3 komponen, yaitu:
· Komunikan : yaitu orang yang menyampaikan pesan
· Komunikator : yaitu orang yang menerima pesan
· Pesan : yaitu obyek yang disampaikan komunikan kepada komunikator
Dengan catatan, komunikasi akan terjadi apabila antara komunikan dan komunikator memiliki satu sistem bahasa yang sama.

D. Sistematika Bahasa
Linguistik merupakan ilmu pengetahuan yang khusus mengkaji bahasa. Li­ng­uistik memilah bahasa menjadi beberapa bidang, yaitu :
1. Fonologi : ilmu bahasa yang memfokuskan pada ragam bunyi lisan yang membentuk bahasa. (Fonem = bunyi).
2. Morfologi : ilmu bahasa yang memfokuskan pada proses pem­ben­tukan kata. (Morfem = kata dan imbuhan).
3. Sintaksis : ilmu bahasa yang memfokuskan pada proses pem­ben­tukan kalimat. (Syntaxt = kalimat).
4. Semantik : ilmu bahasa yang memfokuskan pada dinamika arti/makna bahasa.

BAHASA : Suatu Kemampuan Khas Manusia
Pada bab ini, bahasa akan kita telaah sebagai suatu kemampuan yang dimiliki individu manusia. Bab ini kita bagi dua bagian, yaitu : [1] bagian yang meng­uraikan perkembangan kemampuan bahasa pada individu. Uraian ini memanfaat­kan sudut pandang ilmu psi­kologi perkembangan. [2] bagian yang menguraikan ke­mam­puan baha­sa yang diperbandingkan dengan kemampuan-kemampuan lain. Uraian ini didasari oleh teori multiple intteligency (kecerdasan majemuk).
A. Bahasa sebagai Tugas Perkembangan
Beberapa teori psikologi memasukkan “b-a-h-a-s-a” sebagai salah satu aspek yang diamati. Terutama aliran psikologi kognitif yang dipelopori Jean Piaget. Psikologi kognitif merupakan aliran psikologi yang me­­ng­a­ma­ti proses berpikir pada individu. Dalam proses berpikir, peran bahasa amat besar. Taraf kompleksitas bahasa berperan sesuai dengan tahap usia dan kemampuan individu yang menggunakannya.
Beberapa aspek perkembangan kognitif turut mempengaruhi kemam­puan bahasa—diasumsikan kemampuan berbahasa merupakan kemampuan kognitif yang paling kompleks. Bila kita urutkan perkembangan kognitif. Berikut aspek-aspek perkembangan kognitif tersebut:

1. Aspek Sensori-motorik

Menurut Piaget, kemampuan sensori merupakan kemampuan kognitif paling awal pada manusia. Sensori artinya kemampuan menginderai. Panca indera berperan sekali dalam hal ini. Dengan penginderaan ma­­nusia mengenali lingkungannya. Adapun motorik artinya gerak. Jadi, perkembangan kognitif awal manusia adalah dengan “menang­kap” dengan indera, dan “merespon” dengan gerak. Misalnya bayi akan merasa nya­man bila melihat wajah ibunya atau akan menangis ketika merasakan tak nyaman saat celananya basah. Bayi tersebut belum mengerti bahasa, tetapi sudah belajar berkomunikasi terbatas, setelah melakukan penginderaan.

2. Aspek Perseptual

Perseptual adalah kemampuan memahami/menafsirkan informasi yang diperolehnya melalui proses sensori (penginderaan). Dalam contoh bayi yang menangis karena tak nyaman, ia tahu karena celananya basah, ia juga tahu celananya basah karena ia ngompol. Jadi, dalam hal ini mulai ada peningkatan pemahaman: dari hanya merasakan sampai mengerti apa yang dirasakannya itu. Persepsi sendiri, terbagi sesuai proses penginderaan. Karena persepsi memang tahap lajut dari sensori (penginderaan). Jadi ada persepsi visual (memahami apa yang dilihat), persepsi auditoris (memahami apa yang didengar), persepsi takstil-kinestetik (memahami apa yang diraba dan pola gerak).
3. Aspek Bahasa
Bahasa merupakan aspek perkem­ba­ngan yang kompleks dari proses kognitif manusia. Dalam baha­sa, sudah dilakukan simbolisasi dari apa yang dirasakan dan dipahaminya.

Objek yang didengar dan dilihat [melalui proses sensori] kemudian dipahami [melalui proses persepsi] dan disimbolkan [dalam bentuk bahasa]. Dengan demikian, tampaklah begitu kompleksnya proses berbahasa yang terjadi pada manusia.

Dalam proses berpikir, juga dalam berbahasa, orang melakukan beberapa tahapan proses , di antaranya:
  • mengklasifikasikan (mengelompok-lompokkan)
  • membandingkan (dua buah objek)
  • mengurutkan (beberapa objek)
  • menyimbolkan (membuat lambang tertentu)
  • menangkap pola (menemukan pola/rumus)

Setelah proses itu terkuasai, orang akan dengan mahirnya melakukan proses bahasa. Anak pra-sekolah, akan melewati seluruh proses di atas secara bertahap. Sesuai dengan kemampuan berikirnya, maka mereka melakukannya yang paling sederhana.

B. Bahasa sebagai Bagian dari Inteligensi
Inteligensi secara umum dapat kita maknai sebagai kecerdasan. Dalam pengukuran inteligensi, ada beberapa apsek yang diukur. Misalnya kemam­puan persepsi, logika, dan verbal. Dalam tes IQ Weschler, bahkan aspek pengukurannya jelas-jelas dibagi 2, yaitu tes verbal dan performa. Tes verbal berisi pertanyaan-pertanyaan lisan, sedangkan tes performa berupa tugas-tugas yang harus dikerjakan. Hasil tes yang berupa IQ total meru­pa­kan gabungan dari IQ-verbal dan IQ-performa.
Dengan demikian, tampak bahwa bahasa merupakan bagian yang penting dan tak terpisahkan dari sebuah bangunan inteligensi. Dengan adanya bahasa, kita bisa menyampaikan pikiran perasaan secara tepat. Dengan bahasa pula, kita bisa membicarakan yang sudah lampau bahkan yang belum terjadi. Bahkan orang tunarungu-wicara pun membutuhkan bahasa khusus untuk melakukan komunikasi.
Howard Gardner (1991) menyatakan bahwa inteligensi (kecerdasan) manusia setidak-tidanya terdiri dari 7 jenis kecerdasan, yaitu:
  • Kecerdasan Lingusitik - Bahasa
  • Kecerdasan Matematis-Logis - Matematika-logika
  • Kecerdasan Visual-Spatial - Penglihatan-Ruang
  • Kecerdasan Bodily-Kinestetik - Pola-gerak-tubuh
  • Kecerdasan Musikal - Musik
  • Kecerdasan Inter-personal - Hubungan dengan Orang Lain
  • Kecerdasan Intra-personal - Memahami Diri Sendiri

Bahkan dalam terminologi Gardner ini, kecerdasan lingusitik/bahasa meru­pakan kecerdasan yang paling mendasar. Selanjutnya Gardner menya­ta­kan bahwa kecerdasan bahasa terdiri dari beberapa unjuk kemampuan di antaranya: membaca, menulis, berbicara, berdebat, mengarang, berpuisi, menyusun puzzle-kata, dan bertutur.

Dari uraian tersebut tampak bahwa bahasa merupakan salah satu aspek penting dari kecerdasan seseorang. Di samping itu, tampak bahwa bahasa merupakan aktivitas yang kompleks.

BERAGAM METODE PENGEMBANGAN BAHASA


Pada bab-bab sebelumnya telah kita bahas mengenai perkem­bang­an anak yang meliputi pula perkembangan kemampuan bahasanya. Uraian bab ini akan difokuskan pada bentuk perlakuan yang dapat kita terapkan untuk mengembangkan kemampuan bahasa anak tersebut.

A. Kemampuan Pra-Bahasa

Dari pembahasan sebelumnya kita pahami bahwa sebelum kita mengem­bang­kan kemampuan bahasa anak, kita harus memantapkan terlebih dahulu dasar-dasar anak dalam hal kemampuan pra-bahasanya.
Kemam­puan pra-bahasa sebenarnya merupakan kemampuan yang juga mendasari anak dalam mengembangkan kemampuan kognitifnya secara umum. Kemampuan ini meliputi empat kemampuan persepstual, yaitu:
  • Kemampuan Persepsi Auditoris (Persepsi Penglihatan)
  • Kemampuan Persepsi Visual (Persepsi Pendengaran)
  • Kemampuan Persepsi Kinstetik (Persepsi Pengesanan Gerak)
  • Kemampuan Persepsi Taktil (Persepsi Perabaan)
Dasar pemikiran konsep pra-bahasa ini adalah: Semakin mantap kemampuan pra-bahasa anak akan semakin mantap pula pengembangan kemampuan bahasa selanjutnya. Karena cakupannya luas, maka terdapat beragam latihan dan kegiatan untuk pengembangan kemampuan pra-bahasa ini. Dalam pelaksanaannya, sebagai guru TK, Anda bisa memasukkannya dalam kegiatan yang mengawali proses pembelajaran maupun kegiatan tambahan semacam remedial.
Jenis-jenis kegiatan dan latihan ini terdapat dalam lampiran yang terpisah dengan judul Prosedur Remedial (Sorfentein, 1993). Sistematika lampiran terdiri atas (1) konsep sederhana mengenai masing-masing persepsi dan (2) teknik dan langkah-langkah pengembangannya.

B. Metode Pengembangan Bahasa

Ada banyak metode yang tersedia. Namun, tentu saja, tidak semua metode akan terurai di sini. Yang jelas, uraiannya dipilah menjadi empat metode pengembangan, yaitu (1) Metode Pengembangan Membaca; (2) Metode Pengembangan Menulis; (3) Metode Pengembangan Menyimak; dan (4) Metode Pengem­bangan Berbicara. Berikut masing-masing uraiannya.

1. Pengembangan Kemampuan Membaca

Kemampuan membaca adalah kemampuan menerjemahkan simbol-gambar yang terlihat untuk dibunyikan, dirangkaiakan, dan dipahami maknanya. Jadi, dalam proses membaca terdapat proses yang cukup kompleks, yakni (1) melihat; (2) merangkaikan, dan (3) memahami apa yang dibunyi-rangkaikan tadi. Dan, proses tersebut berlangsung dengan amat cepatnya.
Sebagai kemampuan proses yang kompleks, maka pengembangan kemampuan membaca merupakan harus dilakukan secara bertahap agar anak tidak merasa terbebani. Pada prinsipnya, pengembangan kemampuan membaca awal pada anak meliputi kemampuan mengenal simbol huruf, membunyikan/membaca huruf, membaca suku kata dan kata. Secara bertahap pula, proses pemahaman atas langkah kognitif itu disampaikan kepada anak.
Berikut ini diuraikan beberapa metode pengembangan kemampuan membaca pada anak pra sekolah.

a. Metode Abjad (Alfabet)
Abjad atau alfabet adalah nama-nama huruf. Dengan demikian, metode ini memberi sebuah nama untuk masing-masing huruf. Nama huruf yang satu berbeda dengan nama huruf yang lain. Pengenalan jenis-jenis huruf ini bisa dilakukan dengan memperlihatkan contoh-contoh huruf lalu menyebutkan nama hurufnya secara langsung. Selain menyenangkan bagi anak, kegiatan menyanyikan nama-nama huruf, juga dapat mem­bim­bing kemampuan anak mengingat huruf-huruf tersebut.
Namun demikian, ada yang perlu dicermati dengan metode ini. Sebab tidak semua huruf memiliki pelafalan yang sama dengan namanya. Misalnya huruf “k” yang memiliki nama /ka/ atau huruf “t” yang memiliki nama /te/. Ketika mengajarkan rangkaian huruf menjadi suku kata, biasanya problem mulai muncul. Ada anak yang mengeja kata /ki-ki/ menjadi /kai-kai/ karena pelafalannya terditorsi dengan nama huruf.

b. Metode Bunyi (Fonetik)

Bila Metode Alfabet menamai masing-masing huruf dengan pelafalan yang berbeda, Metode Bunyi menyebut atau menamai huruf sesuai dengan “bunyi asli”-nya. Misalnya huruf “k” dibunyikan /ek/ atau /ke/. Huruf “g” dibunyikan /eg/ atau /ge/.
Diasumsikan, penyebutan huruf dengan bunyi akan lebih memudahkan anak saat merangkainya menjadi suku kata atau kata. Sebab tidak terjadi distorsi bunyi sebagaimana yang terjadi pada perangkaian huruf pada metode abjad/alfabet. Rangkaian suku kata /k/ /i/ - /k/ /i/ akan dilafalkan /ek/ /i/ - /ek/ /i/, dan ini akan lebih mudah menjadi /kiki/ dripada metode bunyi yang cenderung terjadi distorsi menjadi /kai-kai/.

c. Metode Selusur (Tracing)

Ada beberapa anak yang cukup sulit untuk mengingat satu bentuk visual. Karena kemampuan persepsi visual yang dianggap lemah, maka didaya­gunakan­lah kemampuan perseptual yang lain, yaitu persepsi auditoris dan taktil-kinestetik. Dengan asumsi tersebut, metode selusur menggunakan sekaligus beberapa kemampuan persepsi tersebut agar anak lebih dapat mencamkan apa yang harus diingatnya.
Langkah-langkah penerapan metode selusur ini adalah sebagai berikut:
  • Kepada anak diperlihatkan sebuah bentuk huruf berukuran besar, misalnya huruf “a”.
  • Guru menyebutkan nama huruf tersebut dan anak mengulanginya. Lakukan beberapa kali.
  • Suruh anak menelusuri pinggiran pola huruf “a” tersebut dengan jari tangannya. Lakukan
  • beberapa kali. Saat melakukan kegiatan ini, anak diharuskan membunyikan nama hurufnya.
  • Lalu, berikanlah kertas berisi pola huruf tersebut dalam bentuk rangkaian titik-titik.
  • Tugaskan anak untuk merangkai­kan titik-titik tersebut. Saat melakukan kegiatan ini, anak juga diharuskan membunyikan nama hurufnya.
  • Suruh anak membayangkan pola huruf tersebut dan “menulis­kannya” di udara. Saat melakukan kegiatan ini, anak tetap membunyikan nama hurufnya. Lakukan juga beberapa kali.
  • Berikan selembar kertas polos dan tugaskan anak menuliskan tersebut di kertas itu dengan membayangkan polanya.

Kerincian metode ini tampak dalam langkah-langkahnya yang panjang. Sebab, metode ini menerapkan beberapa proses persepsi sekaligus. Cob simak, selain aktivitas melihat (persepsi visual), anak juga harus melakukan aktivitas menelusuri (persepsi taktil kinestetik) dan membunyikan (persepsi auditoris).

Oleh karena itu, metode ini dianggap cocok untuk mengembangkan kemampuan mengenal huruf yang kadang sulit pada beberapa anak. Namun demikian, metode ini berguna juga untuk anak-anak lain. Langkah-langkah dalam metode ini dapat pula diterapkan sebagai kegiatan mengawali PBM setiap hari. Diharapkan semakin sering anak melatih aktivitas ini, anak akan semakin menguasainya.

d. Metode Suku Kata (Sylabling)
Metode ini sebenarnya memiliki beberapa sub metode yang masing-masing agak berbeda dasar pemikiran dan langkahnya.
1) Metode Suku-Kata-Murni
Mengandaikan suku kata sebagai satu kesatuan. Sehingga anak diajarkan lagsung satu suku kata tanpa mengenalkan huruf terlebih dahulu. Pengenalan huruf sendiri akan terjadi bersamaan saat anak membaca suku kata.

Metode ini mirip dengan metode IQRO dalam pembelajaran membaca Al-Qur’an. Huruf vokal di sini diandaikan sama dengan harokat pada huruf Arab.

2) Metode Suku-Kata-Kombinasi
Mengandaikan suku kata sebagai satu rangkaian huruf. Dengan demikian sebelum diajarkan suku kata, anak harus menguasai nama-nama huruf atau minimal sudah mengenal huruf-huruf yang akan digunakan dalam suku kata tersebut.

Saat mempraktiikan metode ini, secara bertahap anak diajarkan atau diingatkan kembali mengenai bunyi atau nama hurufnya.
Susunan pola huruf pada suku kata yang akan diajarkan mengikuti pola spiral, yaitu dimulai dari yang sederhana sampai ke yang kompleks. Misalnya diawali dengan pola KV-KV (Konsonan Vokal – Konsonan Vokal). Setelah anak menguasainya, baru dilanjutkan dengan pola-pola lain yang lebih rumit, misalnya pola KV-VK, VK-VK, VK-KV, KKV-KV, dan seterusya.
Biasanya saat melakukan praktik metode ini, akan diketahui metode pengenalan huruf yang mana yang paling mudah. Apakah metode alfabet atau metode bunyi. Pada prinsipnya, gunakanlah metode yang paling memudahkan anak.

e. Metode SAS (Synthesis Analysis Structure)

Merujuk pada namanya, metode ini berisi dua jenis proses berpikir yaitu SINTESIS dan ANALISIS, yang pada awalnya bisaditerapkan dalam kalimat. Sintesis adalah proses berpikir menggabungkan atau menyatukan. Sebaliknya analisis adalah proses berpikir menguraikan atau merinci.
Dengan demikian, kemampuan membaca anak dilatih dengan memproses suatu utuh teks, misalnya sebuah kata lalu diurai menjadi suku kata, menjadi huruf-huruf, lalu dikembalikan menjadi suku kata dan terakhir menjadi kata kembali.
Jadi, ada tiga tahapan proses dalam hal ini, yaitu STRUKTUR'-M E N G U R A I -MENGGABUNG
Umum/Tinjauan Khusus/Rincian Umum/Simpulan.
Sebenarnya, proses berpikir seperti ini lazim kita gunakan dalam proses berpikir sehari-hari. Terutama saat kita menguraikan sesuatu atau saat kita menyimak suatu pembicaraan. Biasanya pembicaraan akan dimulai dengan tinjauan yang bersifat umum, lalu diuraikan rincian­nya dalam sub-sub atau aspek-aspek khusus, dan terakhir disimpulkan dalam yang menggabungkan aspek-aspek tadi secara umum kembali.
Dengan metode ini anak dibiasakan menggunakan proses berpikir yang bertahap dan benar saat menghadapi objek yang membu­tuh­kan proses berpikir. Jadi, anak dilatih untuk tidak terburu-buru menyimpulkan sebelum melakukan proses yang lengkap. Dengan proses seperti ini, anak diharapkan lebih mantap lagi pemahamannya.
Namun demikian, agaknya metode ini harus dilakukan dengan hati-hati dan terencana agar tidak membuat anak jenuh dengan proses yang panjang dan bolak-balik seperti ini.

2. Pengembangan Kemampuan Menulis

Di samping membaca, kemampuan menulis juga merupakan kemampuan berbahasa sekunder karena media bahahasanya berupa tulisan. Menulis dapat kita maknai sebagai kemampuan membuat simbol yang tepat dan teratur untuk mengungkapkan maksud yang dipikirkan atau dirasakannya. Dalam aktivitas menulis paling tidak ada 3 hal, yaitu: (1) maksud yang ingin disampaikan; (2) ingatan akan simbol;(3) kordinasi mata-tangan; (4) aktivitas gerak.
Kemampuan menulis sendiri bertingkat dari yang paling sederhana sampai yang kompleks, yaitu (1) menjiplak; (2) menyalin; (3) dikte; dan (4) komposisi. Untuk sampai pada kemampuan proses ini anak tentunya terlebih dahulu harus mengenal, mengingat, dan membiasakan meng­gunakan simbol huruf dengan benar.
Karena kesamaan medianya, beberapa metode pengembangan ke­mam­puan menulis agak bermiripan dengan pengembangan kemampuan membaca. Terutama pada tahap awal yang berkaitan dengan pengenalan konsep simbol-huruf. Misalnya pada (1) metode selusur, (2) metode abjad/alfabet. Dengan demikian kedua metode ini tidak akan diuraikan kembali karena pada dasarnya sama dengan yang sudah diuraikan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada anak sebelum melakukan aktivitas menulis antara lain: (1) ketepatan memegang pensil; (2) kete­pa­tan posisi kertas; (3) konsep arah [dari-kiri-ke-kanan atau sebaliknya dari-kanan-ke kiri], dan (4) kemampuan mengkoordinasikan mata dan gerak tangan. Setelah itu anak bisa dilatih dengan beberapa aktivitas berikut ini.

a. Aktivitas Persiapan Menulis

Latihan ini amat penting melatih kemampuan peng­lihatan dan gerak jari tangan serta kemampuan memposisikan badan (bahu, siku, dan kepala secara tepat) saat melakukan aktivitas menulis. Kepada anak dilatihkan beberapa hal, diantaranya:
  • Latihan membuat Garis (lurus/lengkung)

Proses membuat garis bisa dilakukan dengan menyambungkan titik-titik, menyambungkan 2 buah titik menelusuri lorong, dst.

  • Latihan membuat Pola Geometris

Anak dilatih membuat pola lingkaran, segitiga,segiempat, dst.

  • Latihan Mewarnai

Anak dilatih mewarnai gambar, baik dengan warna yang sudah ditentukan maupun atas pilihan sendiri. Penting diingat anak bahwa dalam mewarnai ia tidak melewati garis batas.
Sebagai tahap awal, anak menggunakan crayon atau kapur. Pada tahap berikutnya anak perlu dibiasakan menggunakan pensil.

Langkah berikutnya adalah menerapkan aktivitas tersebut dalam pola-bentuk huruf. Jadi, akan ada aktivitas menjiplak huruf, menyalin huruf, menyambung titik-titik huruf, menelusuri huruf, dan seterusya.


b. Metode Fernald
Metode ini agak mirip dengan metode selusur tetapi diterapkan pada kata (1943/1988). Tetapi sebenarnya bisajuga diterapkan pada kata dengan sedikit modifikasi. Langkah-langkahnya a.l. :
  • Anak memilih kata yang akan dipelajari
  • Guru menuliskan kata dimaksud di kertas/papan tulis
  • Guru membacakan kata dengan lafal yang tepat, anak-anak mengikutinya
  • Anak menelusuri huruf-huruf, melafalkan kata itu bebrapa kali, lalu menuliskannya di kertas
  • dengan menyalin dari tulisan gurunya sambil tetap melafalkan bunyi katanya.
  • Kemudian anak disuruh menuliskan kata tersebut tanpa melihat kambali contoh tulisan guru.
  • Kalau pada tahap ini anak melakukannya dengan benar, maka ulangi kembali langkah-langkahnya dari langkah ke-4.
  • Bila anak sudah benar-benar menguasainya, simpanlah kata tersebut di tempat khusus,sehingga nanti bisa digunakan untuk bahan mengingat dan bahan bercerita.
  • Karena menggunakan beberapa sensori (penginderaan) sekaligus, maka metode Fernald sering juga disebut metode menulis multisensori

c. Metode Dikte

Metode ini sudah umum digunakan sebagai cara mengajarkan menulis yang cukup efektif. Dikte juga mendayagunakan beberapa kemampuan sensori secara bersamaan. Namun demikian, metode ini akan efektif pada anak-anak yang sudah mulai mengenal simbol-huruf. Oleh karenanya, metode ini baik digunakan setelah anak menggunakan metode selusur atau Fernald.

Metode ini cukup luwes, artinya bisa diterapkan pada pengajaran huruf, kata, maupun kalimat. Adapun, langkah-langkah menerap­kan dikte antara lain:

  • Guru menyuruh anak menyimak huruf/kata/kalimat yang akan dilafalkan
  • Ulangi pelafalan huruf/kata/kalimat bila perlu
  • Beri kesempatan anak untuk menuliskannya
  • Biarkan anak menuliskan huruf/kata/kalimat sambil melafalkan sendiri.
  • Setelah anak selesai menuliskan, guru menuliskan huruf/kata/ kalimat di papan tulis sebagai contoh
  • Suruh anak menyalin contoh dari gurunya di bawah tulisannya sendiri.
  • Ulangi lankah ke -1 sampai ke-6 ini dua atau tiga kali.
  • Akhiri kegiatan dengan mengoreksi bersama dengan menandai tulisan yang salah.

d. Metode Menulis-Huruf-Sambung

Metode ini sudah juga sudah umum digunakan sebagai cara membiasakan aktivitas menulis. Disebut Menulis-Huruf-Sambung karena pada aktivitas ini melatih anak untuk menulis dengan huruf yang terangkai dengan huruf berikutnya.
Selain melatih kemampuan menulis, sesungguhnya aktivitas ini juga mengem­bangkan daya tahan perhatian atau konsentrasi anak. Sebagai langkah awal, metode ini merupakan aktivitas lanjutan dari aktivitas persiapan menulis, yaitu: menjiplak, menyambung garis, menyalin.
Aplikasi metode ini biasanya menggunakan buku khusus yang memiliki lima buah garis (tiga lajur). Untuk mengefektifkan, ketiga lajur itu harus benar-benar didayagunakan.
  • Lajur atas digunakan untuk menuliskan bagian “kepala” huruf pada beberapa huruf yang memilikinya (seperti b, d, h, l, f, t).
  • Lajur tengah digunakan untuk menuliskan bagian “badan” huruf. Semua huruf menggunakan bagian ini.
  • Lajur bawah digunakan untuk menuliskan bagian “kaki” huruf. Beberapa huruf yang memiliki “kaki” antara lain: f, g, j, p.
Pola menyambungkan antar-huruf dan perbedaan huruf kapital dan huruf kecil harus juga diperhatikan dalam hal ini. Karena acapkali bentuknya amat berbeda satu sama lain.


Terima kasih telah membaca artikel ini.
Jangan lupa tuliskan komentar Anda!