Bila pembelajaran tampak sukar …
Ajarkan anak anda gaya pembelajaran yang membuatnya
menjadi mudah!
Oleh
Pat Wyman, M.A.
[Staf Pengajar Bidang Pendidikan di Universitas California, Hayward,
Sonoma State University, Divisi Ekstensi]
Diterjemahkan oleh Untung S. Drazat
Ajarkan anak anda gaya pembelajaran yang membuatnya
menjadi mudah!
Oleh
Pat Wyman, M.A.
[Staf Pengajar Bidang Pendidikan di Universitas California, Hayward,
Sonoma State University, Divisi Ekstensi]
Diterjemahkan oleh Untung S. Drazat
Masing-masing orang memiliki keunikan sendiri dalam cara belajarnya. Hikmah dari keunikan itu telah melahirkan seniman yang andal, musisi besar, dan medali emas bagi para atlet. Namun demikian, acapkali pengajaran di kelas diselenggarakan dengan cara yang amat berbeda dengan gaya belajar siswanya.
Akibatnya, anak menjadi tak berkembang, kurang percaya diri, tidak naik kelas dan mungkin jadi tidak kerasan bila berada di sekolah. Padahal ada solusinya.
Artikel berikut membahas tentang gaya-gaya belajar yang akan memperjelas bagaimana cara memecahkan “masalah” belajar pada anak atau siswa. Masalah yang mungkin tengah Anda hadapi
Selanjutnya . . . .
VISUAL
Orang yang bergaya VISUAL adalah orang yang berpikir dengan pencitraan dan gambar-gambar. Seakan-akan mereka mempunyai kamera di otaknya. Apa yang mereka dengar dan baca ditransformasikan dalam bentuk citra di otaknya. Kita menyebut mereka sebagai orang visual learner (bergaya belajar visual). Saat mereka ingin mengingat apa yang per-nah didengar atau dipelajarinya, dengan sege-ra mereka membayangkan gambaran yang mereka simpan di “layar gambar”-nya. Proses ini mirip sekali dengan orang yang nonton film kemudian mengingat apa-apa yang ditonton-nya itu, sehingga ia bisa mengobrolkan film itu dengan temannya. Proses memorisasi dilaku-kannya dengan meninjau ulang gambar dari film itu dan kemudian dengan mudahnya menceritakan untaian kisah film itu kepada orang lain.
Pembelajar bergaya visual juga memiliki be-berapa kekhasan yang mudah dikenali. Pola bicaranya mengandung kata-kata yang ber-nuansa visual, seperti “Ya, aku melihatnya,” “menurut baynganku,” “fokuskan pada bagian ini” Kehidupan dan kerja mereka juga tampak teratur dan berurutan. Tugas dan catatan sekolahnya ditulis dengan rapi, ditata dan disimpan dengan teratur. Mejanya selalu tampak bersih.
Di kelasnya, prestasi si pembelajar bergaya visual ini amat bagus karena nyariss semua soal tes disajikan dalam bentuk visual (tertulis). Saat mengingat, gambaran visual seperti itulah yang dibutuhkannya. Mereka dengan mudah memenuhi standar kelas, seperti duduk dengan tenang, menulis dengan rapi, yakni dengan menata bahan pelajaran secara teratur.
Pilihan karier yang cocok bagi orang yang ber-gaya belajar visual antara lain arsitek, desig-ner, penata dekorasi, insinyur mesin, dokter bedah, dan karier-karier yang membutuhkan “penglihatan” atau visi masa depan seperti CEO’s dan posisi-posisi eksekutif lain.
***
KINESTETIK
Gaya belajar yang kedua disebut KINESTETIK. Orang kinstetik belajar melalui tubuh dan perasaannya. Dengan menyentuh dan mera-sakan apa yang dipelajarinya, orang kinestetik akan bisa memproses dan mencerap informa-si dengan baik. Di kelasnya, mereka biasanya tidak bisa duduk tenang, sulit memperhatikan, dan tak bisa “terfokus” pada medan pandang yang luas.
Pembelajar bergaya kinestetik tidak memiliki gambaran internal yang tertata rapi sebagai-mana pembelajar bergaya visual. Mereka tidak bisa menciptakan gambar-gambar di otaknya. Karena itu mereka tidak memiliki gambaran yang perlu “dijaga kerapiannya.” Kalaupun ada, bentuk gambarannya pun kacau. Bagi mereka, ketidakteraturan merupakan hal yang normal-normal saja. Orientasi waktu juga merupakan hal yang amat menyulitkan bagi mereka. Acap kali, proyeksi yang mereka miliki mengenai akibat dari suatu tindakan ter-golong lemah, karena mereka memang cende-rung sulit “melihat” masa depan. Yang mereka pahami adalah apa yang terjadi saat ini.
Karena dunia orang yang bergaya belajar kinestetik adalah membangun perasaan-perasaan dan bukannya gambar, maka pola bahasanya pun mencerminkan hal tersebut. Kata-kata seperti, “Saya merasakannya,” “gengamlah ini,” “coba pegang ini,” “kita tangani masalah ini,” akan memudahkan mereka dalam mengolah informasi. Kata-kata yang mereka ucapkan menampilkan secara tepat apa yang pernah mereka alami.
Anak bergaya belajar kinestetik akan cemer-lang di kelasnya apabila pelajarannya berupa kegiatan “bebas” di mana mereka dapat memilih sendiri kegiatannya, semacam kegiatan proyek. Pilihan karier yang cocok bagi mereka antara lain sekitar bidang keolahragaan, pembangunan, konstrusi, menari, dan lain-lain. Pokoknya semua yang membutuhkan peran tubuh dan gerak.
Semua kecakapan yang dimiliki pembelajar bergaya visual, khususnya dalam mengingat informasi melalui internal image (gambaran batin), kerapian, keteraturan, dan kemampuan mempertahankan fokus tidak dapat diperban-dingkan dengan pembelajar bergaya kinestetik ini. Alasan inilah yang acap mempersulit pihak sekolah untuk bisa menerima anak tipe ini.
***
AUDITORI
Tipe belajar ketiga dikenal dengan orang AUDITORY. Cara belajar paling baik bagi mereka adalah dengan mendengar atau menyimak. Mereka tidak bisa membuat gambar di otaknya, sebagaimana pembelajar bergaya visual, melainkan menyaring informasi yang masuk dengan kecakapan menyimak dan menghafalnya.
Orang auditory memiliki kemampuan istimewa dalam berkisah dan memecahkan masalah hanya dengan membicarakannya. Kecakapan pembelajar bergaya auditori yang luar biasa dalam mendengarkan dan menyimak banyak melahirkan musisi besar, disc jokey, psikolog, dan lain-lain. Pola bicara mereka biasanya jelas sekali menampilkan pola pikir orang yang suka mendengarkan. Misalnya, “Ya, aku men-dengarkan,” “seperti bunyi klik,” “suaranya pas sekali,” “ada bunyi bel,” dan seterusnya.
Di sekolahnya, mereka belajar dengan menyi-mak dan dengan mudah dapat mengulang ucap apa yang diungkapkan gurunya. Mereka menyukai diskusi kelas, namun mereka juga mudah terpengaruh atau terkecoh. Di antara ketiga jenis gaya belajar, pembelajar bergaya auditori-lah yang paling “pintar bicara” dan paling banyak mengalami kesulitan dalam menulis.
***
SEKOLAH: LINGKUNGAN YANG NYARIS BERGAYA BELAJAR VISUAL MURNI
Siswa yang sukses di sekolah tahu bahwa kebanyakan mata pelajaran menuntut mereka untuk mengubah uraian pelajaran yang tadi-nya bersifat lisan dan tertulis menjadi gambar-gambar di otaknya. Bila hal ini dilakukan, mereka akan dengan mudah mengingat materi itu saat ujian. Mereka mengakses gambaran visual yang telah disimpannya dengan gampangnya dan menggunakan kata tertulis untuk menguraikan gambaran mentalnya itu.
Proses belajar dapat diuraikan dengan sebuah model yang sederhana:
Bayangkanlah otak sebagai sebuah komputer. Segala informasi dari yang dilihat, dirasakan, maupun didengar (visual, auditori, kinestetik) dimasukkan ke dalam otak [input], dicamkan atau disimpan dalam ingatan [storage], dan kemudian diingat atau dipanggil kembali [output] untuk selanjutnya dinyatakan dalam bentuk tindakan.
***
BILA GAYA BELAJAR TIDAK SESUAI
DENGAN GAYA UJIAN
Tes tertulis menuntut anak untuk mengingat informasi yang diperoleh dengan proses bela-jar bergaya visual. Informasi tertulis adalah gambar visual. Nyaris semua pelajaran me-nuntut anak untuk membuat gambaran internal dari sebuah informasi, mencamkannya lalu mengingatnya kembali dalam bentuk gambar pula, yaitu tulisan di kertas.
Salah satu contoh dari proses ini adalah ketika kita berceramah atau mendongeng. Pencera-mah atau pendongenng yang baik dengan mudah dapat mengingat kata-kata yang ada di benaknya, karena mereka seakan-akan dapat “melihat” gambar dari kata itu. Kadang-kadang mereka perlu membuat catatan kecil untuk mengarahkan ingatannya terhadap kata itu. Melihat kata-kata penting dalam catatan kecil merupakan proses visual juga. Para pendo-ngeng tidaklah mengingat dengan “mende-ngarkan” kata. Dalam Bahasa Inggris bahkan lebih sulit lagi, karena banyak memiliki silent word [kata-kata yang dari tak bisa “didengar’ hanya dengan melihat bentuk tulisannya]. Para penceramah atau pendoneng juga tidak melakukannya dengan “merasakan” kata saat mengingat. Acapkali strategi seperti itu kurang berhasil.
Begitu pula dalam belajar. Para siswa dituntut untuk membuat gambar di benaknya untuk memudahkan ingatan akan sebuah informasi. Pembaca yang sudah mahir akan dapat mengubah kata tertulis menjadi serangkaian gambar di benaknya. Saat mengingat apa-apa yang dibacanya, yang dibayangka bukanlah simbol tulisan berwarna hitam putih, melain-kan rangkaian bayangan tadi. Sebab, amat mustahil untuk mengingat semua data tertulis. Jadi, seorang pembaca yang mahir akan mengubah simbol-simbol tertulis itu menjadi sebuah gambar, dan ia akan mengingat gambar-gambar ciptaanya itu. Saat mengisi jawaban tertulis, gambar yang ada di benaknya itu muncul dan memicu ingatannya. Pepatah mengatakan “dalam sebuah gambar terkandung ribuan kata.”
Anda pun dapat mengujinya sendiri. Andaikan kita menonton sebuah film yang ceritanya diangkat dari novel yang pernah Anda baca. Biasanya kita merasa bahwa film itu tidak sebagus novelnya, karena kita sudah memiliki bayangan atau gambaran di benak kita. Dan ternyata bayangan itu tidak sesuai dengan film yang kita tonton.
Sekarang kita terapkan dalam proses belajar. IPA, geografi, matematika, IPS dan mata pela-jaran lain membutuhkan gambaran mental yang diciptakan untuk memahami dan meng-ingat materi pelajaran itu saat ujian. Periksalah cara siswa yang pandai dalam pro-ses menyimpan dan mengingat data. Dengan mengandalkan suara saja siswa tak mungkin bisa berhasil dalam ujian, tapi biarpun hanya mengadalkan pengalaman visual semata sis-wa kemungkinan besar akan berhasil dalam ujian. Berikut ini kita ilustrasikan bagaimana seorang siswa yang berhasil melakukan pem-rosesan informasi di sekolahnya.
Saat seorang siswa mengalami kesulitan di sekolahnya, yang sebenarnya terjadi adalah ketidaksesuaian antara gaya belajar saat menyimpan dan mengingat informasi dengan tipe pengetesannya. Berkut ini sebuah contoh model belajar yang tidak “berlaku” di sekolah:
***
BILA GAYA BELAJAR TIDAK SESUAI
DENGAN GAYA UJIAN
Tes tertulis menuntut anak untuk mengingat informasi yang diperoleh dengan proses bela-jar bergaya visual. Informasi tertulis adalah gambar visual. Nyaris semua pelajaran me-nuntut anak untuk membuat gambaran internal dari sebuah informasi, mencamkannya lalu mengingatnya kembali dalam bentuk gambar pula, yaitu tulisan di kertas.
Salah satu contoh dari proses ini adalah ketika kita berceramah atau mendongeng. Pencera-mah atau pendongenng yang baik dengan mudah dapat mengingat kata-kata yang ada di benaknya, karena mereka seakan-akan dapat “melihat” gambar dari kata itu. Kadang-kadang mereka perlu membuat catatan kecil untuk mengarahkan ingatannya terhadap kata itu. Melihat kata-kata penting dalam catatan kecil merupakan proses visual juga. Para pendo-ngeng tidaklah mengingat dengan “mende-ngarkan” kata. Dalam Bahasa Inggris bahkan lebih sulit lagi, karena banyak memiliki silent word [kata-kata yang dari tak bisa “didengar’ hanya dengan melihat bentuk tulisannya]. Para penceramah atau pendoneng juga tidak melakukannya dengan “merasakan” kata saat mengingat. Acapkali strategi seperti itu kurang berhasil.
Begitu pula dalam belajar. Para siswa dituntut untuk membuat gambar di benaknya untuk memudahkan ingatan akan sebuah informasi. Pembaca yang sudah mahir akan dapat mengubah kata tertulis menjadi serangkaian gambar di benaknya. Saat mengingat apa-apa yang dibacanya, yang dibayangka bukanlah simbol tulisan berwarna hitam putih, melain-kan rangkaian bayangan tadi. Sebab, amat mustahil untuk mengingat semua data tertulis. Jadi, seorang pembaca yang mahir akan mengubah simbol-simbol tertulis itu menjadi sebuah gambar, dan ia akan mengingat gambar-gambar ciptaanya itu. Saat mengisi jawaban tertulis, gambar yang ada di benaknya itu muncul dan memicu ingatannya. Pepatah mengatakan “dalam sebuah gambar terkandung ribuan kata.”
Anda pun dapat mengujinya sendiri. Andaikan kita menonton sebuah film yang ceritanya diangkat dari novel yang pernah Anda baca. Biasanya kita merasa bahwa film itu tidak sebagus novelnya, karena kita sudah memiliki bayangan atau gambaran di benak kita. Dan ternyata bayangan itu tidak sesuai dengan film yang kita tonton.
Sekarang kita terapkan dalam proses belajar. IPA, geografi, matematika, IPS dan mata pela-jaran lain membutuhkan gambaran mental yang diciptakan untuk memahami dan meng-ingat materi pelajaran itu saat ujian. Periksalah cara siswa yang pandai dalam pro-ses menyimpan dan mengingat data. Dengan mengandalkan suara saja siswa tak mungkin bisa berhasil dalam ujian, tapi biarpun hanya mengadalkan pengalaman visual semata sis-wa kemungkinan besar akan berhasil dalam ujian. Berikut ini kita ilustrasikan bagaimana seorang siswa yang berhasil melakukan pem-rosesan informasi di sekolahnya.
Saat seorang siswa mengalami kesulitan di sekolahnya, yang sebenarnya terjadi adalah ketidaksesuaian antara gaya belajar saat menyimpan dan mengingat informasi dengan tipe pengetesannya. Berkut ini sebuah contoh model belajar yang tidak “berlaku” di sekolah:
Siswa dalam contoh ini mencoba “merasakan” informasi dengan mendengarkan dan memba-ca materi pelajaran. Kemudian mencoba “me-rasakan” kembali saat mencamkan materi itu di otak atau di tubuhnya. Proses seperti ini menyulitkan dia untuk mengingat informasi saat ujian. Sebab, yang diperlukannya saat mengingat kembali materi yang dipelajarinya itu adalah gambaran mentalnya. Dan inilah yang tidak bisa disediakan oleh proses memasukkan [input] dan penyimpanan informasi [storage] dengan model belajar seperti itu.
Pada saat lain ada siswa ini mencoba belajar mengeja kata-kata baru, tetaap dengan meng-gunakan gaya belajar kinestetik. Siswa ber-gaya belajar kinestetik cenderung meng-input dan mencamkan sebuah kata dengan “mera-sakannya.” Oleh karena itu, iapun tidak dapat bisa mengingat kembali kata itu secara visual.
Sebenarnya siswa tidak membutuhkan kon-sentrasi yang lebih. Jalan pemecahan yang efektif untuk masalah belajar siswa iitu seder-hana, yakni dengan mengajarkan mereka cara memasukkan, menyimpan, dan mengingat kembali informasi melalui gambar-gambar mental [visual]. Bila Anda ingin anak atau siswa Anda sukses di sekolahnya, ajarilah mereka cara belajar bergaya visual..
***
KISAH SUKSES SEORANG SISWA
Oleh Bunkie Grossi
Oleh Bunkie Grossi
Siswa Kelas VI Menlo School, Atherton, Clifornia
Catur wulan lalu pelajaran IPA-ku dapat nilai C-. Sekarang setelah menggunakan strategi gaya belajar VISUAL, nilai IPA-ku A-. Seluruh mata pelajaranku lulus hanya dalam waktu satu setengah periode (lima minggu!)
Cara belajarku sekarang adalah dengan menyimpan informasi-informasi ke dalam memori visualku. Aku menciptakan gambar-gambar di benakku dan bertanya pada diri sendiri apa saj yang masih kuingat. Untuk memudahkan apa yang kupelajari dari buku, aku buat mind-map (peta pikiran) untuk semua informasi, agar aku bisa melihat seluruh infromasi itu secara utuh dalam satu gambar.
Aku merasa lebih berhasil dengan cara ini. Dan ketimbang dahulu, aku sekarang merasa lebih puas dengan diriku.
Terima kasih telah membaca artikel ini.
Jangan lupa tuliskan komentar Anda!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar