Selasa, 17 April 2012

KETERPADUAN INDERA DALAM BERGERAK

Diterjemahkan oleh Untung S. Drazat dari artikel
di http//www.nsbri.org./HumanPhysSpace/focus7/ep_uniting.html
Proses penginderaan pada beberapa jenis reseptor (saraf penerima) berlangsung secara terpadu dan menghasilkan pengalaman yang amat kompleks. Misalnya kita bisa memperkirakan enak tidaknya suatu jenis makanan hanya dengan mencium aromanya atau hanya dengan melihat bentuknya. Saat Anda memandang keluar jendela kereta yang tengah diam sementara terlihat kereta lain kian menjauh, mungkin Anda merasa bahwa Anda sendirilah yang bergerak. Namun, setelah ada informasi dari reseptor lain, baru Anda yakin bahwa bukan Anda yang bergerak. Kita bisa saja mengalami beberapa sensasi secara berbarengan. Misalnya sensasi sentuhan, rasa panas, tekanan, dan nyeri saat kita mengangkat panci panas dari kompor tanpa menggunakan celemek. Sebagai bahasan pertama, berikut ini akan kita uraikan tentang posisi dan pola-hubungan-ruang (spatial realtionship).

Kamis, 05 April 2012

BAB III BUKU REMEDIAL BAHASA INDONESIA UNTUK ANAK LD (Part 01)

Catatan: Tulisan ini merupakan "bocoran" dari Buku Remedial Bahasa Indonesia
yang diterbitkan Direktorat PPK-LK, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia
atas kerjasama dengan Helen Keller International Indonesia.
Tulisan disusun oleh Tim GPK (Guru Pembimbing Khusus, DKI Jakarta)
©HakCipta tetap berada pada Direktorat PPLK-LK Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Indonesia dan kerjasama dengan Helen Keller International Indonesia.



A.  Ruang Lingkup Bahasa
Bahasa merupakan sesuatu kemampuan khas manusia. Meskipun beberapa hewan memili­ki semacam sistem komunikasi, namun hanya manusia yang mengem­bang­kannya dalam bentuk bahasa vokal atau verbal/lisan. Beragam pendapat para ahli mengenai pengertian bahasa mengemuka sesuai dengan latar belakang keahlian dan keilmuan masing-masing.

Karena pada dasarnya bahasa yang digunakan manusia adalah lisan, maka bahasa primer/pertama manusia adalah bahasa lisan, yaitu berbicara dan menyimak. Simbol verbal bahasa selanjutnya berkembang menjadi simbol tertulis dan aktivitas berbahasa pun berkembang pula dalam aktivitas bahasa sekunder, yaitu membaca dan menulis. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa bahasa merupakan alat komunikasi manusia yang berupa simbol verbal, bisa dalam bentuk lisan maupun tertulis, dan terwujud dalam empat aktivitas berbahasa yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.

Kamis, 22 Desember 2011

CARA MUDAH BELAJAR BAHASA DAN MATEMATIKA


KBR68H-Bahasa Indonesia dan matematika boleh dibilang menjadi pelajaran yang tak disukai sebagian besar anak-anak di sekolah.  Matematika dianggap rumit karena harus berhitung sedang bahasa membuat siswa mesti pandai merumuskan kata serta kalimat. Padahal kalau bisa menguasai dua mata pelajaran tersebut otomatis akan lebih mudah untuk memahami mata pelajaran lainnya.

Faktor penyebab anak-anak kesulitan memahami suatu mata pelajaran beragam. Mulai dari faktor fisiologis, sosial, kejiwaan, intelektual dan pendidikan. Karena itu beragam pula cara untuk membantu anak yang berkesulitan belajar di sekolah. Salah satunya lewat buku Assesment dan Remedial. Buku ini digagas oleh Hellen Keller International (HKI) bekerjasama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Menurut Koordinator Untuk Pendidikan dan Disabilitas Hellen Keller International Vitriani masih banyak anak-anak Indonesia yang kesulitan memahami pelajaran bahasa Indonesia dan matematika. ”Sebagian anak-anak di pendidikan dasar mengalami kesulitan, membaca, menulis dan berhitung,” ujar Vitriani. 


Kamis, 12 Mei 2011

APA ITU DISLEKSIA?

Dikutip dari: http://edukasi.kompas.com/read/2010/08/03/09255726/Apa.Itu.Disleksia

 Tahukah Anda bahwa para pesohor seperti Albert Einstein, Sir Winston Churchill, Tom Cruise, Walt Disney, dan Lee Kuan Yeuw adalah penyandang disleksia? Mereka orang-orang yang mengalami kesulitan mengolah kata. Namun, dalam prosesnya, toh mereka bisa menjadi “besar” karena tak menyerah pada keadaan. Mungkin belum banyak yang mengetahui lebih dalam mengenai disleksia. Dalam beberapa seri tulisan, Kompas.com akan mencoba mengupasnya… 

KOMPAS.com — Disleksia berasal dari kata Yunani yaitu “dys” yang berarti kesulitan dan “leksia” yang berarti kata-kata. Dengan kata lain, disleksia berarti kesulitan dalam mengolah kata-kata. Ketua Pelaksana Harian Asosiasi Disleksia Indonesia dr Kristiantini Dewi, Sp A, menjelaskan, disleksia merupakan kelainan dengan dasar kelainan neurobiologis dan ditandai dengan kesulitan dalam mengenali kata dengan tepat dalam mengejaa dan mengkode simbol. Terdapat dua macam disleksia, yaitu developmental dyslexia dan acquired dyslexia. 


Selasa, 10 Mei 2011

IBU YANG STRES SAAT HAMIL, ANAKNYA BERISIKO HIPERAKTIF

Dikutip dari: http://health.detik.com/read/2011/05/10/100841/1636146/764/ibu-yang-stres-saat-hamil-anaknya-berisiko-hiperaktif  


London.  
Pengalaman baru dan perubahan mood yang terjadi pada wanita hamil tak jarang membuatnya stres. Sebaiknya segera atasi stres dengan baik, karena stres pada ibu hamil bisa membuat bayi berisiko hiperaktif atau ADHD.

Studi yang dilakukan oleh peneliti Institute of Psychiatry, King's College, London menemukan bahwa stres selama kehamilan mengarah pada keberadaan hormon stres dalam rahim, yang akhirnya dapat membuat anak susah diatur dan cepat marah.

 

Anak-anak yang terkena stres ibu saat berada di dalam rahim lebih rentan untuk menderita ADHD (attention deficit hyperactivity disorder) dan memiliki masalah emosional lain yang membuat sulit bagi untuk memiliki hubungan yang baik dengan teman sebaya.

Selasa, 03 Februari 2009

KERANGKA MODEL PEMBELAJARAN ANAK BERKESULITAN BELAJAR DI SEKOLAH DASAR

 A. Latar Belakang Masalah
Di Indonesia, data terbaru mengenai prevalensi anak-anak berkesulitan belajar belum dapat dipastikan. Hal ini kemungkinan karena belum seragamnya definisi dan istilah kesulitan belajar. Penggunaan istilah kesulitan belajar kadang diper­tukar­kan dengan kondisi-kondisi yang lain, seperti lamban belajar (slow learner) dan berma­sa­lah dalam belajar (learning probleme) atau tunagrahita (mentally retardation). Istilah-istilah tersebut tidaklah bermakna sama.

Sebagai gambaran, prevalensi anak-anak yang mengalami kesulit­an belajar di Amerika sekitar 5%. Diperkirakan pula, lebih dari 20% anak usia sekolah di sana mengalami permasalahan dalam belajar, meskipun belum tentu teridentifikasi sebagai anak berkesulitan belajar (Wallace, 2002). Adapun menurut Lerner (2000) layanan pendidikan khusus dinikmati oleh 40% dari seluruh anak berkebutuhan khusus. Dari jumlah tersebut sebagian besar di antaranya adalah siswa berkesulitan belajar.
Dalam hal Indonesia, survei Abdurrahman dan Ibrahim (1994) terhadap 3.215 siswa kelas satu hingga kelas enam di 25 Sekolah Dasar Negeri di Jakarta menemukan 16,52% siswa yang dinyata­kan oleh gurunya sebagai siswa berke­sulitan belajar karena ni­lai rata-rata prestasi belajar mereka di bawah enam. Klaim guru terhadap persentasi ini be­­lum­ tentu sepenunhya tepat. Ka­re­na, tidak semua anak yang nilai rata-ratanya di ba­wah enam adalah anak ber­kesulitan belajar. Mungkin saja di antara mereka terda­pat anak-anak yang lam­ban belajar, bermasalah dalam belajar atau tuna­grahita ringan.