Bahasa Indonesia dan matematika boleh dibilang menjadi pelajaran yang tak disukai sebagian besar anak-anak di sekolah. Matematika dianggap rumit karena harus berhitung sedang bahasa membuat siswa mesti pandai merumuskan kata serta kalimat. Padahal kalau bisa menguasai dua mata pelajaran tersebut otomatis akan lebih mudah untuk memahami mata pelajaran lainnya.
Faktor penyebab anak-anak kesulitan memahami suatu mata pelajaran beragam. Mulai dari faktor fisiologis, sosial, kejiwaan, intelektual dan pendidikan. Karena itu beragam pula cara untuk membantu anak yang berkesulitan belajar di sekolah. Salah satunya lewat buku Assesment dan Remedial. Buku ini digagas oleh Hellen Keller International (HKI) bekerjasama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Menurut Koordinator Untuk Pendidikan dan Disabilitas Hellen Keller International Vitriani masih banyak anak-anak Indonesia yang kesulitan memahami pelajaran bahasa Indonesia dan matematika. ”Sebagian anak-anak di pendidikan dasar mengalami kesulitan, membaca, menulis dan berhitung,” ujar Vitriani. Hal yang sama diungkapkan oleh Guru Pembimbing Khusus di SDN Marunda 02 Pagi, Untung Sudrajat.
Kata Untung, dua pelajaran tersebut dianggap sulit lantaran Matematika membutuhkan logika dan bernalar. Sementara kebanyakan sekolah tak terlalu mementingkan hal tersebut. ”Yang dikejar adalah melulu materi,” cerita Untung. Padahal kalau saja logika berpikir bisa dikuasai, soal apapun bisa dikerjakan siswa. ”Matematika dan Bahasa Indonesia adalah keterampilan bukan mempelajari materi,” terang Untung.
Pengembangan Metode Pembelajaran
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terus berupaya mengembangkan metode atau cara belajar bagi anak-anak yang berkesulitan belajar. Termasuk dalam hal ini mempermudah cara belajar dan memahami pelajaran bahasa Indonesia dan matematika. ”Mengembangkan bahan modul atau ajar,” ujar Kepala Seksi Penilaian dan Akreditasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Praptono.
Kemendikbud juga berupaya meningkatan kemampuan anak-anak dalam hal membaca, menulis dan berhitung. Hal tersebut karena masih ada 24% anak-anak berkebutuhan khusus yang memiliki hambatan akademik. Mulai dari Membaca, menulis dan berhitung. ”Kita sadari betul itu adalah pondasinya dasar setiap anak untuk mengikuti pelajaran lainnya,” terang Praptono. Keterampilan guru dalam menerangkan mata pelajaran juga jadi kunci sukses atau tidaknya murid memahami suatu pelajaran. ”Mengelola kegiatan kelasnya, ada pembagian tanggung jawab antara guru dan murid,” kata Praptono. Buku assesment dan remedial bisa jadi panduan bagi para tenaga pengajar untuk memiliki kemampuan dan keterampilan yang cukup dalam mendidik anak. ”Bagaimana guru mengindentifikasi, mendeteksi anak-anak yang dikategorikan memiliki hambatan akademik,” tukas Praptono.
Kebijakan dan aturan yang dikeluarkan pemerintah untuk mempermudah anak-anak berkesulitan belajar sudah cukup membantu mereka. Hellen Keller International (HKI) dalam hal ini hanya berupaya menunjang pemberian kelengkapan dan kebutuhan dasar di lapangan. Oleh sebab itu buku yang digagas HKI berupa assesment dan remedial bahasa Indonesia dan matematika didasarkan pada kurikulum nasional. ”Kurikulum nasional, lalu diadaptasikan, para guru pembimbing menganalisa materi,” kata Koordinator Untuk Pendidikan dan Disabilitas Hellen Keller International Vitriani.
Tak berhenti dianalisa, buku tersebut sebelum dicetak diujicobakan terlebih dahulu. Mulai dari guru pembimbing khusus di suatu sekolah dengan muridnya hingga ke beberapa anak yang ditemui di lapangan. ”Bagaimana kemampuan mereka, membaca, menulis dan berhitung,” cerita Vitriani.
Pelaksanaan Tryout Buku Assesmen & Remedial
Hasil evaluasi sementara penerapan buku Assesment & Remedial cukup positif. Hal tersebut terbukti di SDN Marunda, anak-anak merespon dengan baik pelajaran Bahasa Indonesia dan Matematika. Sebelum ada buku tersebut boleh dibilang sulit mengajarkan mereka dua mata pelajaran tersebut. ”Dari segi tampilan, buku cukup informatif dengan gambar-gambar yang menarik,” cerita Untung Sudrajat, Guru Pembimbing Khusus SDN Marunda. Menurut Untung Sudrajat dua buku di sekolahnya digunakan untuk mengindentifikasi tingkat kesulitan anak dalam belajar. Bila sudah diketahui tingkat kesulitan baru diberikan buku remedial. ”Kita buat buku LKS, Lembar Kerja Siswa,” kata Untung Sudrajat.
Buku yang inisiasi oleh Hellen Keller International ini telah dicetak sebanyak 1000 eksemplar oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Buku ini diserahkan kepada Dinas Pendidikan Provinsi. ”Kita berharap buku ini bisa diperuntukkan secara maksimal,” tutur Kepala Seksi Penilaian dan Akreditasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Praptono. Pada 2012 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengalokasikan dana yang cukup besar untuk kembali mencetak ulang buku assesment dan remedial bahasan Indonesia & matematika. ”Kita ingin setiap sekolah bisa memanfaatkan buku ini, sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusif saja ada 1600-an sekolah,” ungkap Praptono.
Kuncinya Kerjasama
Guru alias tenaga pengajar dalam mendidik dan mengajar mata pelajaran kepada anak-anak harus terbuka. Bermain atau bertukar peran sangat dianjurkan. Ini untuk memunculkan rasa tanggung jawab kepada murid-murid. ”Bila ada yang sudah paham terhadap suatu materi, berbagi dengan teman lainnya yang belum menguasai,” ujar Kepala Seksi Penilaian dan Akreditasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Praptono. Bila kerjasama terbentuk di dalam kelas maka akan muncul pula persoalaan atau masalah yang dihadapi anak-anak ketika belajar. ”Bisa deteksi dini, lalu dicari jalan keluarnya,” tambah Praptono.
Kompetisi dan kerjasama adalah pilihan yang ada di dalam kegiatan belajar mengajar. Dari dua pendekatan itu yang lebih menguntungkan anak-anak adalah kerjasama. ”Anak yang sulit belajar jadi terbantu, anak-anak yang lain jadi lebih percaya diri sendiri dan bangga karena bisa membantu orang,” tutur Untung Sudrajat, Guru Pembimbing Khusus SDN Marunda. Metode kerjasama inilah yang juga diterapkan dalam buku remedial sebagai upaya mengembangkan pendidikan inklusif, pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus. ”Pengajaran jadi bisa dikembangkan, anak-anak bisa terbantu untuk memahami suatu pelajara,” tutup Vitriani, Koordinator Untuk Pendidikan dan Disabilitas Hellen Keller International.
Faktor penyebab anak-anak kesulitan memahami suatu mata pelajaran beragam. Mulai dari faktor fisiologis, sosial, kejiwaan, intelektual dan pendidikan. Karena itu beragam pula cara untuk membantu anak yang berkesulitan belajar di sekolah. Salah satunya lewat buku Assesment dan Remedial. Buku ini digagas oleh Hellen Keller International (HKI) bekerjasama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Menurut Koordinator Untuk Pendidikan dan Disabilitas Hellen Keller International Vitriani masih banyak anak-anak Indonesia yang kesulitan memahami pelajaran bahasa Indonesia dan matematika. ”Sebagian anak-anak di pendidikan dasar mengalami kesulitan, membaca, menulis dan berhitung,” ujar Vitriani. Hal yang sama diungkapkan oleh Guru Pembimbing Khusus di SDN Marunda 02 Pagi, Untung Sudrajat.
Kata Untung, dua pelajaran tersebut dianggap sulit lantaran Matematika membutuhkan logika dan bernalar. Sementara kebanyakan sekolah tak terlalu mementingkan hal tersebut. ”Yang dikejar adalah melulu materi,” cerita Untung. Padahal kalau saja logika berpikir bisa dikuasai, soal apapun bisa dikerjakan siswa. ”Matematika dan Bahasa Indonesia adalah keterampilan bukan mempelajari materi,” terang Untung.
Pengembangan Metode Pembelajaran
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terus berupaya mengembangkan metode atau cara belajar bagi anak-anak yang berkesulitan belajar. Termasuk dalam hal ini mempermudah cara belajar dan memahami pelajaran bahasa Indonesia dan matematika. ”Mengembangkan bahan modul atau ajar,” ujar Kepala Seksi Penilaian dan Akreditasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Praptono.
Kemendikbud juga berupaya meningkatan kemampuan anak-anak dalam hal membaca, menulis dan berhitung. Hal tersebut karena masih ada 24% anak-anak berkebutuhan khusus yang memiliki hambatan akademik. Mulai dari Membaca, menulis dan berhitung. ”Kita sadari betul itu adalah pondasinya dasar setiap anak untuk mengikuti pelajaran lainnya,” terang Praptono. Keterampilan guru dalam menerangkan mata pelajaran juga jadi kunci sukses atau tidaknya murid memahami suatu pelajaran. ”Mengelola kegiatan kelasnya, ada pembagian tanggung jawab antara guru dan murid,” kata Praptono. Buku assesment dan remedial bisa jadi panduan bagi para tenaga pengajar untuk memiliki kemampuan dan keterampilan yang cukup dalam mendidik anak. ”Bagaimana guru mengindentifikasi, mendeteksi anak-anak yang dikategorikan memiliki hambatan akademik,” tukas Praptono.
Kebijakan dan aturan yang dikeluarkan pemerintah untuk mempermudah anak-anak berkesulitan belajar sudah cukup membantu mereka. Hellen Keller International (HKI) dalam hal ini hanya berupaya menunjang pemberian kelengkapan dan kebutuhan dasar di lapangan. Oleh sebab itu buku yang digagas HKI berupa assesment dan remedial bahasa Indonesia dan matematika didasarkan pada kurikulum nasional. ”Kurikulum nasional, lalu diadaptasikan, para guru pembimbing menganalisa materi,” kata Koordinator Untuk Pendidikan dan Disabilitas Hellen Keller International Vitriani.
Tak berhenti dianalisa, buku tersebut sebelum dicetak diujicobakan terlebih dahulu. Mulai dari guru pembimbing khusus di suatu sekolah dengan muridnya hingga ke beberapa anak yang ditemui di lapangan. ”Bagaimana kemampuan mereka, membaca, menulis dan berhitung,” cerita Vitriani.
Pelaksanaan Tryout Buku Assesmen & Remedial
Hasil evaluasi sementara penerapan buku Assesment & Remedial cukup positif. Hal tersebut terbukti di SDN Marunda, anak-anak merespon dengan baik pelajaran Bahasa Indonesia dan Matematika. Sebelum ada buku tersebut boleh dibilang sulit mengajarkan mereka dua mata pelajaran tersebut. ”Dari segi tampilan, buku cukup informatif dengan gambar-gambar yang menarik,” cerita Untung Sudrajat, Guru Pembimbing Khusus SDN Marunda. Menurut Untung Sudrajat dua buku di sekolahnya digunakan untuk mengindentifikasi tingkat kesulitan anak dalam belajar. Bila sudah diketahui tingkat kesulitan baru diberikan buku remedial. ”Kita buat buku LKS, Lembar Kerja Siswa,” kata Untung Sudrajat.
Buku yang inisiasi oleh Hellen Keller International ini telah dicetak sebanyak 1000 eksemplar oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Buku ini diserahkan kepada Dinas Pendidikan Provinsi. ”Kita berharap buku ini bisa diperuntukkan secara maksimal,” tutur Kepala Seksi Penilaian dan Akreditasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Praptono. Pada 2012 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengalokasikan dana yang cukup besar untuk kembali mencetak ulang buku assesment dan remedial bahasan Indonesia & matematika. ”Kita ingin setiap sekolah bisa memanfaatkan buku ini, sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusif saja ada 1600-an sekolah,” ungkap Praptono.
Kuncinya Kerjasama
Guru alias tenaga pengajar dalam mendidik dan mengajar mata pelajaran kepada anak-anak harus terbuka. Bermain atau bertukar peran sangat dianjurkan. Ini untuk memunculkan rasa tanggung jawab kepada murid-murid. ”Bila ada yang sudah paham terhadap suatu materi, berbagi dengan teman lainnya yang belum menguasai,” ujar Kepala Seksi Penilaian dan Akreditasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Praptono. Bila kerjasama terbentuk di dalam kelas maka akan muncul pula persoalaan atau masalah yang dihadapi anak-anak ketika belajar. ”Bisa deteksi dini, lalu dicari jalan keluarnya,” tambah Praptono.
Kompetisi dan kerjasama adalah pilihan yang ada di dalam kegiatan belajar mengajar. Dari dua pendekatan itu yang lebih menguntungkan anak-anak adalah kerjasama. ”Anak yang sulit belajar jadi terbantu, anak-anak yang lain jadi lebih percaya diri sendiri dan bangga karena bisa membantu orang,” tutur Untung Sudrajat, Guru Pembimbing Khusus SDN Marunda. Metode kerjasama inilah yang juga diterapkan dalam buku remedial sebagai upaya mengembangkan pendidikan inklusif, pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus. ”Pengajaran jadi bisa dikembangkan, anak-anak bisa terbantu untuk memahami suatu pelajara,” tutup Vitriani, Koordinator Untuk Pendidikan dan Disabilitas Hellen Keller International.
Catatan: Kegiatan talkshow yang berlangsung pada Senin, 14 November 2011 ini berlangsung atas kerjasama antara KBR68H Jakarta dengan Direktorat PK-LH Kementerian Pendidikan Nasional dan Helen Keller International Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar