Sabtu, 23 April 2016

BAHAN PIDATO KARTINIAN

Ditulis oleh Untung S. Drazat

Biar gak cuma berisi karnaval pakaian adat, acara Kartinian besok diisi dengan lomba baca puisi dan lagu. Disertai dengan renungan atas perjuangan dan pemikirannya...Paling tidak, agar kita bisa mencecap sumsum pemikiran Kartini, tak sekadar menjilati tulang-tulangnya. Bisa mendapatkan nyala api idenya, bukan sekadar buram asapnya.

Rencananya akan disampaikan pada perayaan Hari Kartini di SDN Marunda 02 Pagi, 
21 April 2016
--Dirangkum dari berbagai sumber


Berikut ini beberapa rangkuman mengenai sosok Kartini yang kuanggap penting dalam perspektifku:

1. Hanya Kartini, pahlawan wanita Indonesia yang diperingati hari lahirnya. 

Ada banyak pahlawan wanita Indonesia. Ada Tjoet Nja’ Dhien, Tjoet Mutia, HR. Rasuna Said, Nyi Ageng Serang, Dewi Sartika, RA Kartini, Martha Christina Tiahahu, dan lain-lain. Tapi hanya Kartini yang diperingati hari lahirnya…


Karena, Ibu RA Kartini adalah satu-satunya pahlawan wanita yang menuliskan ide dan pikirannya secara runtut dalam bentuk tulisan. Jadi sampai sekarang ide dan pemikirannya bisa dipelajari dan dikaji ulang.

2. Kartini adalah pelopor pendidikan bagi anak-anak yang tak mampu dan perempuan.
Pada zaman Kartini, hanya anak bangsawan dan terutama laki-laki yang bisa bersekolah. Walaupun sekolah rintisan Kartini berkembang, justru, setelah Kartini wafat.  Rosa Manuela Abendanon-Mandri, salah satu sahabat Kartini dari Belanda berupaya mengumpulkan surat-surat Kartini dan kemudian diterbitkan menjadi buku. Hasil penjualan buku itulah yang menjadi modal awal pendirian sekolah-sekolah Kartini.

3. Kartini adalah salah satu tokoh yang berkali-kali mengusulkan penerjemahan Qur’an
Kebanyakan orang Islam bisa membaca huruf Arab, tetapi tidak paham artinya. Ibu Kartini resah, sehingga ia membicarakan hal ini kepada sahabat penanya, Stella mengenai keinginannya ada Al-Qur’an terjemahan, agar umat Islam lebih paham akan kitab sucinya.
Usulannya dan permohonannya yang terus-menerus, membuat Kiai Soleh Darat (guru mengajinya Kartini) berikhtiar menerjemahkan al-qur’an dan menghadiahkannya untuk Kartini. Sayangnya, baru 13 Juz yang diterjemahkan, Kiai Soleh keburu wafat.

4. Kartini merelakan beasiswa yang menjadi haknya untuk bersekolah ke Belanda kepada Agus Salim
Kepada teman-temannya di Belanda agar, Kartini meminta tolong untuk memberikan beasiswa yang akan diperolehnya dari pemerintah Belanda untuk diberikan kepada Agus Salim. Sayangnya, Agus Salim tidak menerima. Agus Salim yang cerdas ini kemudian dikenal sebagai salah satu pahlawan nasional.

5. Buku “Habis Gelap TerbitlahTerang” merupakan terjemahan dari kalimat “Minazh-Zhulumati ilan-Nur” (Al-Baqarah ayat 257)
Ada penafsiran bahwa salah satu surat Kartini yang diberi judul “Habis Gelap Terbitlah Terang” merupakan terjemahan Kartini terhadap kalimat “Minazh-Zhulumati ilan-Nur” yang dikutipnya dari Al-qur’an surat Al-Baqarah ayat 257 hasil karya terjemahan Kiai Soleh Darat.

6. Kartini adalah tokoh emansipasi
Kartini berpemikiran bahwa manusia mempunyai hak setara. Tak ada manusia yang boleh lebih tinggi darii yang lain. Kecuali para nabi dan Rasul utusan Tuhan. Begitupun antara laki-laki dan perempuan. Punya hak yang setara. Hak memperoleh pendidikan, misalnya dinyatakan dalam hadits Nabi Muhammad, bahwa “Diwajibkan untuk menuntut ilmu bagi setiap muslim (baik laki-laki maupun perempuan” ....

Wallahu a'lam bisshawab

Kamis, 14 April 2016

ANAK BERKESULITAN BELAJAR DALAM FGD

(Slipi, Jakarta Barat,  11 Mei 2015)

Oleh Untung S. Drazat

ABSTRAK
Catatan merupakan resume dan analisis tambahan dari penulis mengenai hasil diskusi terbatas tentang anak berkesulitan belajar. Diskusi ini mengenai keberadaan anak berkesulitan belajar dalam perspektif dan kerangka pembelajaran mereka di Indonesia. Dianalisis juga alternatif kemungkinan kerangka pembelajaran mereka dalam setting sekolah inklusif dan sekolah khusus. 

Diadakan atas prakarsa Bapak Jokokoentono (Galeri Nasional, Jakarta) dan Bu Arini Magdalena Soewarno (Sekolah Talenta, Jakarta). Diadakan di Sekolah Talenta Jakarta. Peserta diskusi antara lain Bapak Jokokoentono, Ibu Arini Magdalena Soewarno, Ibu Ages Soerjana, Bapak Yuli Riban, Ibu Irma Sph, dan penulis.



A.      Latar Belakang
1.       Karakteristik anak berkesubel:
a.       Normal secara fisik maupun mental              (tidak cacat fisik /mental)
b.      IQ normal                                                       (tidak di bawah rerata tapi bisa di atas rerata)
c.       Faktor penyebabnya internal , yaitu penyebab medis minimum brain disfunction (MBD)   atau disfungsi minimal di otak (DMO)        (bukan faktor eksternal)
d.      Ada gap yang lebar antara potensi kecerdasan vs prestasi-nya di sekolah.

2.       Menurut penelitian Balitbang Dikbud (1997) di sekolah-sekolah dasar reguler di Jawa Barat, Jawa Timur, Lampung,  dan Kalimantan Barat terdapat 13,94% anak berisiko tinggal kelas. Rinciannya adalah:
a.       22%              anak dengan nteligensi tinggi
b.      25%              anak dengan inteligensi sedang
c.       52,6%           anak dengan inteigensi rendah

Dengan demikian, tanpa memasukkan 52,6% anak yang berinteligensi rendah, anak yang berisiko tinggal kelas itu sekitar 6,6%  adalah anak berkesubel yang kita maksudkan.

3.     Karena sebagian besar anak berkesubel terdapat di sekolah reguler, dengan guru-guru reguler, kondisi anak berkesubel berisiko tidak dipahami secara tepat. Implikasi dari kondisi ini antara lain:
a.       Terjadinya penyederhanaan permasalahan anak berkesubel, sehingga dianggap tidak serius
b.      Mempertukarkan antara kondisi berkesubel dengan hambatan belajar yang lain:
1)      Intellectual Disorder
a)      Lamban belajar                        (IQ antara >70 - hampir 90)
b)      Tunagrahita Ringan                (IQ antara 50 – 70)
2)      Anak Normal dengan Problem Belajar
Penyebab anak normal dengan problem belajar adalah berasal dari faktor luar anak dan bersifat sementara; misalnya karena kondisi sosial ekonomi rendah, konflik keluarga, perpindahan sekolah yang eksesif, dll. Dengan demikian, bila faktor luar penyebab itu terselesaikan, maka problem belajar anak pun akan hilang dengan sendirinya.
c.       Kemampuan, hambatan, minat, dan kebutuhan anak berkesubel  tidak tereksplorasi secara optimal dalam proses pembelajaran
d.      Penanganan yang tidak tepat membuat prestasi yang diraih anak jauh dari potensi optimalnya.

Selasa, 25 Maret 2014

DARAH TINGGI DAN AIR MENYALA


Oleh Untung S. Drazat

Dalam bahasa percakapan kita, ada frasa "air menyala". Ada juga frasa "darah tinggi"?
Tapi, benarkah air itu menyala? Betulkah darahnya yang tinggi?
Sebuah gejala bahasa yang unik, sebenarnya...


Di papan kios penjual bensin, terdapat tulisan "Di Sini Menjual Bensin" . Menurut kalimat ini, siapakah yang menjual bensin? Kita tidak tahu persis, karena kalimat itu tidak sempurna. Dalam kalimat tersebut telah terjadi penghilangan kata yang berfungsi. Dan, fatalnya, kata yang hilang itu adalah subjek, atau pokok kalimatnya, yakni kata “kami” atau “saya”. Jadi, kalimat lengkap yang seharusnya ditempelkan di kios bensin eceran tu adalah “Di sini kami menjual bensin” atau “Di sini saya menjual bensin”

Oh, itu tidak efektif karena kalimatnya jadi terlalu panjang. Atau adat ketimuran kita yang kerap sungkan menonjolkan diri, sehingga menghindakan diri untuk mencantumkan pelaku sebagai pokok kalimat? Karena yang penting/pokok itu bensinnya--bukan penjualnya. Sebenarnya sederhana saja. Ubah pola kalimatnya menjadi kalimat pasif. Pada kalimat pasif, pelaku bukanlah subjek, melainkan objek kalimat. Dan objek dalam kalimat pasif tak wajib dicantumkan. Jadi, dengan kalimat : “Di sini dijual bensin” beres sudah masalahnya. Tapi kalau mau keukeuh menggunakan kata “menjual“ (yang aktif itu), maka pencantuman subjek menjadi suatu keharusan.

Minggu, 12 Januari 2014

Small Classes Key for LD Students

 


Harti Sulastri must repeat the spelling of “bioskop” (cinema) several times before her students are able to grasp the correct spelling.

She teaches a class of students with learning difficulties (LD) at the Learning Differences Pantara elementary school in Tebet Barat Dalam, South Jakarta.

Students with LDs encounter difficulties with reading (dyslexia), writing (dysgraphia), counting (dyscalculia) and speaking (dysphasia). They have average intelligent quotients (IQ), even higher than common students in some cases.

‘Talenta’ Eyes Special Children Future for Brighter


Dikutip dari: 
http://www.thejakartapost.com/news/2014/01/08/talenta-eyes-special-children-future-brighter.html


"Children are history makers who will change the future of a nation."


Every child has the right to an education that respects and develops their personality and abilities. In reality, many Indonesian children — especially children with learning disabilities — do not have access to education.

It was with the spirit to assist children with learning disabilities that Arini Soewarno set up Talenta School back in 2007. Located in West Jakarta, it is one of the few schools in the country that provides primary and secondary education for special needs children. The school, which has 17 teachers and 27 students, aims to provide a suitable learning environment for children with learning disabilities.