Di tapak-tapak jejakku kukira tak 'kan mekar padma ungu. Hanya harap dan do'a: Moga hela nafasku, tak rebut udara sesiapa. Moga lirik tatapku, tak risihkan rasa sesiapa. Belum sampai ruku' shalatku, Belum sampai kaki, wudlu-ku . Ku mencoba tuk berbagi. Tepuk bahuku bila keliru....
Senin, 04 April 2011
Selasa, 03 Februari 2009
KERANGKA MODEL PEMBELAJARAN ANAK BERKESULITAN BELAJAR DI SEKOLAH DASAR
Di Indonesia, data terbaru mengenai prevalensi anak-anak berkesulitan belajar belum dapat dipastikan. Hal ini kemungkinan karena belum seragamnya definisi dan istilah kesulitan belajar. Penggunaan istilah kesulitan belajar kadang dipertukarkan dengan kondisi-kondisi yang lain, seperti lamban belajar (slow learner) dan bermasalah dalam belajar (learning probleme) atau tunagrahita (mentally retardation). Istilah-istilah tersebut tidaklah bermakna sama.
Sebagai gambaran, prevalensi anak-anak yang mengalami kesulitan belajar di Amerika sekitar 5%. Diperkirakan pula, lebih dari 20% anak usia sekolah di sana mengalami permasalahan dalam belajar, meskipun belum tentu teridentifikasi sebagai anak berkesulitan belajar (Wallace, 2002). Adapun menurut Lerner (2000) layanan pendidikan khusus dinikmati oleh 40% dari seluruh anak berkebutuhan khusus. Dari jumlah tersebut sebagian besar di antaranya adalah siswa berkesulitan belajar.
Dalam hal Indonesia, survei Abdurrahman dan Ibrahim (1994) terhadap 3.215 siswa kelas satu hingga kelas enam di 25 Sekolah Dasar Negeri di Jakarta menemukan 16,52% siswa yang dinyatakan oleh gurunya sebagai siswa berkesulitan belajar karena nilai rata-rata prestasi belajar mereka di bawah enam. Klaim guru terhadap persentasi ini belum tentu sepenunhya tepat. Karena, tidak semua anak yang nilai rata-ratanya di bawah enam adalah anak berkesulitan belajar. Mungkin saja di antara mereka terdapat anak-anak yang lamban belajar, bermasalah dalam belajar atau tunagrahita ringan.
Selasa, 27 Januari 2009
THE FORGETTER
(Si Pelupa)
A. Perilaku
Sikap-sikap dan tindakan khas anak ini di rumah maupun di sekolah .
1. Tidak bisa menyelesaikan tugas sekolah.
2. Tidak membawa alat dan perlengkapan sekolah ke kelas.
3. Lupa untuk memenuhi tanggung jawabnya.
4. Terus-terusan meminjam alat dan perlengkapan kepada siswa lain.
5. Ingin keluar kelas untuk mengambil alat perlengkapan-nya yang tertinggal.
6. Tampak bingung dan linglung karena lupa.
7. Tidak mengembalikan sesuatu (misalnya pensil atau uang) yang pernah
dipinjamnya.
SD PANTARA: Solusi bagi Anak Cerdas yang Sulit Belajar
[Dikutip dari Majalah Dharma Pertiwi Edisi 81: Januari 2008]
Ada banyak anak cerdas, namun mereke tidak dapat memperlihatkan kecerdasannya karena mengalami kesulitan pada saat belajar. Mereka dikenal sebagai anak-anak disleksia (kesulitan membaca), disgrafia (kesulitan menulis), disfasia (kesulitan memahami bahasa), dan ADHD (hiperaktif). Semua itu ‘hanya’ disebabkan oleh ketidakmampuan si anak dalam mengendalikan emosinya.
Adalah Ibu Karlinah Wirahadikusumah—mantan Ibu Wakil Prsiden—yang merasa turut bertanggung jawab dalam mencetak generasi penerus, apapun keadaan mereka. Dengan dasar itu, pada tahun 1986 beliau mendirikan Yayasan Pantara yang mengelola Sekolah Dasar Pantara, sekolah khusus bagi anak-anak dengan kesulitan belajar spesifik. letaknya di Jalan Senopati 72 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Jumat, 23 Januari 2009
DETIK-DETIK PROKLAMASI
Babak I
Narator : DETIK-DETIK PROKLAMASI
Suara/Musik : Bergemuruh ... suara orang-orang berbisik-bisik ...
Setelah itu senyap
Narator : DETIK-DETIK PROKLAMASI
Sebuah karya drama Anak-anak Pantara.Berkisah tentang perjuangan Bangsa Indonesia dalam rangka mempersiapkan kemerdekaan bangsanya ... Kemerdekaan kita semua ... Memang ada banyak perbedaan ... Memang ada banyak perdebatan ... Tapi pada akhirnya kita harus bersama sama. Karena tujuan kita bersama.
Mencapai kemerdekaan.
Musik : Bersuasana agung ... mengiringi perkenalan pemain ...
Para pemain masuk dari sebelah kiri panggung
Narator : Para pemain
1. ............... sebagai Bung Karno
2. ............... sebagai Bung Hatta
3. ............... sebagai Bung Subardjo
4. ............... sebagai Subadio
5. ............... sebagai Sukarni
6. ............... sebagai Iwa Sumantri
7. ............... sebagai Sayuti Melik
8. ............... sebagai Wikana
9. ............... sebagai Pemain-1
10. .............. sebagai Pemain-2
12. .............. sebagai Suara-suara
13. .............. sebagai Narator
Musik : Berhenti
Pemain kembali ke belakang lewat sebelah kanan panggung
Babak II
Narator : Proklamasi Indonesia berlangsung pada tanggal 17 Agustus 1945. Tapi, tahukah kalian, Bagaimana proklamasi itu dipersiapkan? Inilah kisahnya. Selamat mengikuti ...
Musik : Bertempo sedang tapi bernada semangat.
Narator : Hari Rabu, Tanggal 15 Agustus 1945 ... Terjadi perdebatan antara tokoh-tokoh muda melawan tokoh tua. Perdebatan antara Wikana melawan Bung Karno
Pemain-1 : [Membawa poster bertuliskan 15 AGUSTUS 1945.Masuk panggung lalu keluar lagi]
Wikana : Bung Karno, Jepang telah kalah oleh Tentara Sekutu. Jadi, kita tidak lagi dijajah oleh Jepang. Kenapa kita takut menyatakan kemerdekaan sendiri?
Bung Karno : Bung Wikana, kita sedang mengadakan perjanjian dengan Jepang. Perjanjian untuk mengupayakan kemerdekaan kita. Itulah makanya kita bentuk BPUPKI dan PPKI
Wikana : Ah, itu bukan kita yang buat. Tapi Jepang.
Selanjutnya . . .
SEKOLAH KHUSUS UNTUK ANAK-ANAK ISTIMEWA
[dikutip dari rubrik KELUARGA, Tabloid Wanita Indonesia,
Oleh Dewi Muchtar
Saat ini ada 3 sampai 4 juta anak-anak
dengan kesulitan belajar spesifik di Indonesia.
Padahal, mereka memiliki potensi intelektual
yang baik namun tidak muncul
dalam prestasi belajar di sekolah.
Perasaan Thea, 45 tahun, tak menentu dan jantungnya deg-degan saat kepala sekolah membagikan hasil nilai ujian siswa kelas 6 SD Pantara, yang terletak di Jalan Senopati Raya, Kebayoran Baru, Jakarta.
Seperti ibu-ibu lainnya, Thea tengah menunggu hasil ujian akhir putri sulungnya, Widiarthi Kusumoningtyas, 12, atau yang akrab disapa Ajeng. Tak sampai menunggu lama, wajah ibu tiga putra ini berubah ceria ketika membaca pengumuman yang tertera di lembar kertas ukuran kwarto itu. Matanya terbelalak takjub dengan nilai yang tertera, Ajeng lulus dengan nilai rata-rata 7,5.
UNTUNG S. DRAZAT: MENYIAPKAN ANAK AUTIS
[dikutip dari Rubrik PROFESI, Majalah d’Maestro, edisi Juni 2004]
Oleh Dwi Ratih
Oleh Dwi Ratih
di bilangan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
sangat meriah. Saat itu adalah sesi akhir
kegiatan belajar hari itu, saatnya mengevaluasi
target capaian murid yang dirumuskan sendiri
oleh masing-masing murid setiap minggunya.
Suasana riuh memenuhi ruang kelas berukuran sekitar 50 meter persegi itu. Murid-murid yang hanya terdiri dari 10 orang itu berebut memberikan penilaian terhadap target mingguan teman-temannya.
Suasana makin heboh karena ada seorang murid yang tidak terima dengan penilaian teman-temannya. Adu argumentasi pun terjadi. Sang guru dengan berbagai jurus pendekatan, mencoba memberi penjelasan kepada si murid kenapa ia tidak mencapai target untuk ”tidak memancing perhatian teman-teman di kelas”. Tetapi, si murid tetap bersikeras tidak melakukan hal-hal yang memancing perhatian. Bahwa perbuatan membuka diari sebelum waktunya tidak membuat teman-temannya mengalihkan perhatian kepadanya. Akhirnya adu argumentasi diakhiri, dan kata sepakat didapati. Si murid dianggap tetap dinilai mencapai target, tetapi diminta untuk tidak mengulangi lagi perbuatannya.
Begitulah keseharian yang dihadapi Untung S. Drazat. Murid-murid yang dihadapi guru kelahiran Cirebon itu memang bukan seperti umumnya anak-anak lain. Mereka adalah anak-anak yang mengalami kesulitan belajar atau learning disablitities (LD) karena mengalami dyslexia, dysgraphia, dan dyscalculia, menyandang attention deficit disorders (ADD) atau attention deficit hyperactivitiy disorders (ADHD), dan autisme.
Langganan:
Postingan (Atom)

-
Ada dua film tentang anak disleksia. Yang satu made in India, yang lain made in Indonesia. Yang versi India tokoh sentralnya be...
-
Diterjemahkan Untung S. Drazat dari Index buku The Hidden Handicapped, karya Gordon Serfontein, 1993 MASAL AH AUDITORI A. Resepsi Audi...