Sabtu, 01 September 2007

PROSEDUR REMEDIAL ANAK BERKESULITAN BELAJAR

Diterjemahkan Untung S. Drazat dari
Index buku The Hidden Handicapped, karya Gordon Serfontein, 1993


MASALAH AUDITORI

A. Resepsi Auditori dan Pemahaman Ucapan

Anak yang bermasalah dalam resepsi auditori (mencerap bunyi) sebenarnya memiliki pendengaran yang baik. Organ pendengarannya lengkap, tetapi tak dapat memaknai apa yang didengarnya. Apalagi memahaminya. Penjelasan guru tidak dapat diingatnya karena ia memang tak memahaminya. Anak ini sulit menyimak dan merespon stimulus suara, memahami kata-kata abstrak, menjawab pertanyaan konseptual, menjawab pertanyaan pemahaman bacaan, mengenali suatu objek dari uraian lisan, memaknai suatu kata dan memilahnya dari suara-suara yang lain.

Prosedur Remedial
  1. Berikan anak instruksi dengan kalimat pendek yang berisi satu konsep atau satu pertanyaan agar anak bisa mengulang ucap apa yang didengarnya. 
  2. Ingatkan selalu anak terhadap instruksi dan biarkan anak menyimak dengan cermat.
  3. Selalu berikan instruksi tunggal.

    Selanjutnya .... 

METODE PENGEMBANGAN BAHASA ANAK

PENDAHULUAN
Kecakapan berbahasa merupakan salah satu aspek yang dikembangkan dalam pendidikan pra-sekolah. Oleh karena itu, menjadi suatu hal yang perlu untuk membekali para (calon) praktisi pendidikan prasekolah atau (calon) Guru TK dengan: (1) pengetahuan akan konsep-teoretis dan aplikasi-praktis berbahasa; dan (2) pengenalan beragam metode pengem­bangan kecakapan berbahasa pada anak pra-sekolah.
Diktat sederhana ini merupakan handout (pegangan) bagi para mahasiswa PGTK dalam matakuliah Metode Pengembangan Bahasa. Diktat ini dibagi ke menjadi 3 bagian, yaitu:

Bagian Pertama diktat ini membahas pengertian bahasa dengan landasan beragam konsep. Beberapa teori yang ditawarkan dalam uraian ini dimak­sudkan untuk memberi pemahaman dan wawasan yang memadai mengenai konsep bahasa.

Bagian Kedua memfokuskan uraian pada bahasa sebagai “kemampuan yang dimiliki individu manusia”. Bahasa dipandang sebagai suatu kecaka­pan yang akan diperoleh secara bertahap. Bahasa juga dipandang sebagai kecakapan yang memiliki kesejajaran dengan bentuk kecakapan lainnya. Perkembangan bahasa pada anak menjadi salah satu bahasan penting dalam hal ini.

Dan Bagian Ketiga, dibahas beberapa metode pengembangan bahasa yang dapat diterapkan pada anak-anak pra-sekolah. Dalam hal ini, tidak akan disebutkan metode mana yang paling baik. Karena, tidak ada meto­de yang paling selalu baik. Satu metode yang tepat untuk satu anak atau suatu materi belum tentu tepat pula untuk anak atau materi yang lain.
Disadari atau tidak, diktat ini memiliki kekurangsempurnaan, baik berupa kesalahan maupun ketidaktepatan. Oleh karena itu, tegur sapa, saran, dan kritik dari pembaca sangat penulis harapkan.
Selamat membaca. Semoga bermanfaat.

--Penulis


BAHASA: APA DAN BAGAIMANANYA

A. Pengertian Bahasa
Bahasa merupakan sesuatu yang menakjubkan. Bahasa adalah salah satu prestasi tertinggi yang dicapai manusia. Meskipun beberapa hewan memili­ki semacam sistem komunikasi, namun hanya manusia yang me­ngem­bang­kannya dalam bentuk verbal/lisan, atau ucapan lisan.
Ada beragam pendapat para ahli mengenai pengertian bahasa. Perbedaan pandang­an dan pendapat ini tergantung pada latar belakang keilmuan para ahli tersebut. Berikut dikemukakan beberapa definisi bahasa:
1. John W. Santrock (2002)
Bahasa adalah suatu bentuk komunikasi, baik berupa ujaran, tulisan atau tanda-tanda yang didasarkan pa asuatu sistem simbol.

2. Robert Lado (1993)
Bahasa adalah sistem komunikasi yang terikat dengan perasaan dan aktivitas manusia —sesuai lingkup lingkungannya.
3. Chaedar Al-Wasilah (1993)
Bahasa adalah suatu sistem komunikasi “manasuka” yang menggunakan simbol vokal yang memungkinkan semua orang dalam lingkup budaya tertentu dapat berinteraksi.
Manasuka di sini maksudnya sesuatu yang “disepakati secara diam-diam” [silent agreement]

Dari ketiga pengertian bahasa tersebut tampak 5 ciri-ciri bahasa, yaitu:
  • Awalnya berupa simbol verbal
  • Berupa sistem [sistem bunyi/fonologi; sistem makna/semantik; sistem tatabahasa /morfologi-sintaksis]
  • Sebagai alat komunikasi [untuk menyampaikan pesan]
  • Ada kesepakatan diam [silent agreement]
  • Manusiawi [digunakan manusia]

B. Bentuk Aktivitas Berbahasa
Pada dasarnya ada 2 bentuk aktivitas bahasa, yaitu reseptif dan ekspresif. Reseptif adalah kemampuan memahami simbol bahasa yang dikemukakan orang lain. Sedangkan ekspresif adalah kemampuan menyampaikan pesan [pikiran; perasaan] sehingga dipahami orang lain. Jadi, bahasa reseptif berisfat pasif sedangkan ekspresif bersifat aktif.
Adapun menurut penggunaan obyeknya, aktivitas bahasa dibagi dua juga, yaitu aktivitas bahasa primer berupa menyimak dan berbicara. Dan aktivitas bahasa sekunder berupa membaca dan menulis. Disebut primer karena menyimak menggunakan obyek verbal-lisan [simbol bahasa pertama]. Sementara, mem­baca dan menulis disebut aktivitas bahasa sekunder karena
menggunakan tulisan [simbol bahasa kedua].
Untuk lebih jelasnya, kita lihat tabel bahasa (Janet Lerner,1992:342) di nawah ini!




Dengan demikian, secara umum bentuk aktivitas bahasa yang kita gunakan sehari-hari ada 4 macam, yaitu (1) menyimak [listenning], (2) berbicara [speaking], (3) membaca [reading], dan (4) menulis [writing]. Dalam kurikulum, keempat aktivitas bahasa ini pula yang menjadi materi kegiatan utamanya.


C. Fungsi Bahasa
Bahasa merupakan alat yang berfungsi untuk berkomunikasi antara manusia yang satu dengan manusia yang lain. Komunikasi sendiri dapat kita maknai sebagai proses menyampaikan pesan atau informasi. Dengan demikian, proses ini membutuhkan 3 komponen, yaitu:
· Komunikan : yaitu orang yang menyampaikan pesan
· Komunikator : yaitu orang yang menerima pesan
· Pesan : yaitu obyek yang disampaikan komunikan kepada komunikator
Dengan catatan, komunikasi akan terjadi apabila antara komunikan dan komunikator memiliki satu sistem bahasa yang sama.

D. Sistematika Bahasa
Linguistik merupakan ilmu pengetahuan yang khusus mengkaji bahasa. Li­ng­uistik memilah bahasa menjadi beberapa bidang, yaitu :
1. Fonologi : ilmu bahasa yang memfokuskan pada ragam bunyi lisan yang membentuk bahasa. (Fonem = bunyi).
2. Morfologi : ilmu bahasa yang memfokuskan pada proses pem­ben­tukan kata. (Morfem = kata dan imbuhan).
3. Sintaksis : ilmu bahasa yang memfokuskan pada proses pem­ben­tukan kalimat. (Syntaxt = kalimat).
4. Semantik : ilmu bahasa yang memfokuskan pada dinamika arti/makna bahasa.

BAHASA : Suatu Kemampuan Khas Manusia
Pada bab ini, bahasa akan kita telaah sebagai suatu kemampuan yang dimiliki individu manusia. Bab ini kita bagi dua bagian, yaitu : [1] bagian yang meng­uraikan perkembangan kemampuan bahasa pada individu. Uraian ini memanfaat­kan sudut pandang ilmu psi­kologi perkembangan. [2] bagian yang menguraikan ke­mam­puan baha­sa yang diperbandingkan dengan kemampuan-kemampuan lain. Uraian ini didasari oleh teori multiple intteligency (kecerdasan majemuk).
A. Bahasa sebagai Tugas Perkembangan
Beberapa teori psikologi memasukkan “b-a-h-a-s-a” sebagai salah satu aspek yang diamati. Terutama aliran psikologi kognitif yang dipelopori Jean Piaget. Psikologi kognitif merupakan aliran psikologi yang me­­ng­a­ma­ti proses berpikir pada individu. Dalam proses berpikir, peran bahasa amat besar. Taraf kompleksitas bahasa berperan sesuai dengan tahap usia dan kemampuan individu yang menggunakannya.
Beberapa aspek perkembangan kognitif turut mempengaruhi kemam­puan bahasa—diasumsikan kemampuan berbahasa merupakan kemampuan kognitif yang paling kompleks. Bila kita urutkan perkembangan kognitif. Berikut aspek-aspek perkembangan kognitif tersebut:

1. Aspek Sensori-motorik

Menurut Piaget, kemampuan sensori merupakan kemampuan kognitif paling awal pada manusia. Sensori artinya kemampuan menginderai. Panca indera berperan sekali dalam hal ini. Dengan penginderaan ma­­nusia mengenali lingkungannya. Adapun motorik artinya gerak. Jadi, perkembangan kognitif awal manusia adalah dengan “menang­kap” dengan indera, dan “merespon” dengan gerak. Misalnya bayi akan merasa nya­man bila melihat wajah ibunya atau akan menangis ketika merasakan tak nyaman saat celananya basah. Bayi tersebut belum mengerti bahasa, tetapi sudah belajar berkomunikasi terbatas, setelah melakukan penginderaan.

2. Aspek Perseptual

Perseptual adalah kemampuan memahami/menafsirkan informasi yang diperolehnya melalui proses sensori (penginderaan). Dalam contoh bayi yang menangis karena tak nyaman, ia tahu karena celananya basah, ia juga tahu celananya basah karena ia ngompol. Jadi, dalam hal ini mulai ada peningkatan pemahaman: dari hanya merasakan sampai mengerti apa yang dirasakannya itu. Persepsi sendiri, terbagi sesuai proses penginderaan. Karena persepsi memang tahap lajut dari sensori (penginderaan). Jadi ada persepsi visual (memahami apa yang dilihat), persepsi auditoris (memahami apa yang didengar), persepsi takstil-kinestetik (memahami apa yang diraba dan pola gerak).
3. Aspek Bahasa
Bahasa merupakan aspek perkem­ba­ngan yang kompleks dari proses kognitif manusia. Dalam baha­sa, sudah dilakukan simbolisasi dari apa yang dirasakan dan dipahaminya.

Objek yang didengar dan dilihat [melalui proses sensori] kemudian dipahami [melalui proses persepsi] dan disimbolkan [dalam bentuk bahasa]. Dengan demikian, tampaklah begitu kompleksnya proses berbahasa yang terjadi pada manusia.

Dalam proses berpikir, juga dalam berbahasa, orang melakukan beberapa tahapan proses , di antaranya:
  • mengklasifikasikan (mengelompok-lompokkan)
  • membandingkan (dua buah objek)
  • mengurutkan (beberapa objek)
  • menyimbolkan (membuat lambang tertentu)
  • menangkap pola (menemukan pola/rumus)

Setelah proses itu terkuasai, orang akan dengan mahirnya melakukan proses bahasa. Anak pra-sekolah, akan melewati seluruh proses di atas secara bertahap. Sesuai dengan kemampuan berikirnya, maka mereka melakukannya yang paling sederhana.

B. Bahasa sebagai Bagian dari Inteligensi
Inteligensi secara umum dapat kita maknai sebagai kecerdasan. Dalam pengukuran inteligensi, ada beberapa apsek yang diukur. Misalnya kemam­puan persepsi, logika, dan verbal. Dalam tes IQ Weschler, bahkan aspek pengukurannya jelas-jelas dibagi 2, yaitu tes verbal dan performa. Tes verbal berisi pertanyaan-pertanyaan lisan, sedangkan tes performa berupa tugas-tugas yang harus dikerjakan. Hasil tes yang berupa IQ total meru­pa­kan gabungan dari IQ-verbal dan IQ-performa.
Dengan demikian, tampak bahwa bahasa merupakan bagian yang penting dan tak terpisahkan dari sebuah bangunan inteligensi. Dengan adanya bahasa, kita bisa menyampaikan pikiran perasaan secara tepat. Dengan bahasa pula, kita bisa membicarakan yang sudah lampau bahkan yang belum terjadi. Bahkan orang tunarungu-wicara pun membutuhkan bahasa khusus untuk melakukan komunikasi.
Howard Gardner (1991) menyatakan bahwa inteligensi (kecerdasan) manusia setidak-tidanya terdiri dari 7 jenis kecerdasan, yaitu:
  • Kecerdasan Lingusitik - Bahasa
  • Kecerdasan Matematis-Logis - Matematika-logika
  • Kecerdasan Visual-Spatial - Penglihatan-Ruang
  • Kecerdasan Bodily-Kinestetik - Pola-gerak-tubuh
  • Kecerdasan Musikal - Musik
  • Kecerdasan Inter-personal - Hubungan dengan Orang Lain
  • Kecerdasan Intra-personal - Memahami Diri Sendiri

Bahkan dalam terminologi Gardner ini, kecerdasan lingusitik/bahasa meru­pakan kecerdasan yang paling mendasar. Selanjutnya Gardner menya­ta­kan bahwa kecerdasan bahasa terdiri dari beberapa unjuk kemampuan di antaranya: membaca, menulis, berbicara, berdebat, mengarang, berpuisi, menyusun puzzle-kata, dan bertutur.

Dari uraian tersebut tampak bahwa bahasa merupakan salah satu aspek penting dari kecerdasan seseorang. Di samping itu, tampak bahwa bahasa merupakan aktivitas yang kompleks.

BERAGAM METODE PENGEMBANGAN BAHASA


Pada bab-bab sebelumnya telah kita bahas mengenai perkem­bang­an anak yang meliputi pula perkembangan kemampuan bahasanya. Uraian bab ini akan difokuskan pada bentuk perlakuan yang dapat kita terapkan untuk mengembangkan kemampuan bahasa anak tersebut.

A. Kemampuan Pra-Bahasa

Dari pembahasan sebelumnya kita pahami bahwa sebelum kita mengem­bang­kan kemampuan bahasa anak, kita harus memantapkan terlebih dahulu dasar-dasar anak dalam hal kemampuan pra-bahasanya.
Kemam­puan pra-bahasa sebenarnya merupakan kemampuan yang juga mendasari anak dalam mengembangkan kemampuan kognitifnya secara umum. Kemampuan ini meliputi empat kemampuan persepstual, yaitu:
  • Kemampuan Persepsi Auditoris (Persepsi Penglihatan)
  • Kemampuan Persepsi Visual (Persepsi Pendengaran)
  • Kemampuan Persepsi Kinstetik (Persepsi Pengesanan Gerak)
  • Kemampuan Persepsi Taktil (Persepsi Perabaan)
Dasar pemikiran konsep pra-bahasa ini adalah: Semakin mantap kemampuan pra-bahasa anak akan semakin mantap pula pengembangan kemampuan bahasa selanjutnya. Karena cakupannya luas, maka terdapat beragam latihan dan kegiatan untuk pengembangan kemampuan pra-bahasa ini. Dalam pelaksanaannya, sebagai guru TK, Anda bisa memasukkannya dalam kegiatan yang mengawali proses pembelajaran maupun kegiatan tambahan semacam remedial.
Jenis-jenis kegiatan dan latihan ini terdapat dalam lampiran yang terpisah dengan judul Prosedur Remedial (Sorfentein, 1993). Sistematika lampiran terdiri atas (1) konsep sederhana mengenai masing-masing persepsi dan (2) teknik dan langkah-langkah pengembangannya.

B. Metode Pengembangan Bahasa

Ada banyak metode yang tersedia. Namun, tentu saja, tidak semua metode akan terurai di sini. Yang jelas, uraiannya dipilah menjadi empat metode pengembangan, yaitu (1) Metode Pengembangan Membaca; (2) Metode Pengembangan Menulis; (3) Metode Pengembangan Menyimak; dan (4) Metode Pengem­bangan Berbicara. Berikut masing-masing uraiannya.

1. Pengembangan Kemampuan Membaca

Kemampuan membaca adalah kemampuan menerjemahkan simbol-gambar yang terlihat untuk dibunyikan, dirangkaiakan, dan dipahami maknanya. Jadi, dalam proses membaca terdapat proses yang cukup kompleks, yakni (1) melihat; (2) merangkaikan, dan (3) memahami apa yang dibunyi-rangkaikan tadi. Dan, proses tersebut berlangsung dengan amat cepatnya.
Sebagai kemampuan proses yang kompleks, maka pengembangan kemampuan membaca merupakan harus dilakukan secara bertahap agar anak tidak merasa terbebani. Pada prinsipnya, pengembangan kemampuan membaca awal pada anak meliputi kemampuan mengenal simbol huruf, membunyikan/membaca huruf, membaca suku kata dan kata. Secara bertahap pula, proses pemahaman atas langkah kognitif itu disampaikan kepada anak.
Berikut ini diuraikan beberapa metode pengembangan kemampuan membaca pada anak pra sekolah.

a. Metode Abjad (Alfabet)
Abjad atau alfabet adalah nama-nama huruf. Dengan demikian, metode ini memberi sebuah nama untuk masing-masing huruf. Nama huruf yang satu berbeda dengan nama huruf yang lain. Pengenalan jenis-jenis huruf ini bisa dilakukan dengan memperlihatkan contoh-contoh huruf lalu menyebutkan nama hurufnya secara langsung. Selain menyenangkan bagi anak, kegiatan menyanyikan nama-nama huruf, juga dapat mem­bim­bing kemampuan anak mengingat huruf-huruf tersebut.
Namun demikian, ada yang perlu dicermati dengan metode ini. Sebab tidak semua huruf memiliki pelafalan yang sama dengan namanya. Misalnya huruf “k” yang memiliki nama /ka/ atau huruf “t” yang memiliki nama /te/. Ketika mengajarkan rangkaian huruf menjadi suku kata, biasanya problem mulai muncul. Ada anak yang mengeja kata /ki-ki/ menjadi /kai-kai/ karena pelafalannya terditorsi dengan nama huruf.

b. Metode Bunyi (Fonetik)

Bila Metode Alfabet menamai masing-masing huruf dengan pelafalan yang berbeda, Metode Bunyi menyebut atau menamai huruf sesuai dengan “bunyi asli”-nya. Misalnya huruf “k” dibunyikan /ek/ atau /ke/. Huruf “g” dibunyikan /eg/ atau /ge/.
Diasumsikan, penyebutan huruf dengan bunyi akan lebih memudahkan anak saat merangkainya menjadi suku kata atau kata. Sebab tidak terjadi distorsi bunyi sebagaimana yang terjadi pada perangkaian huruf pada metode abjad/alfabet. Rangkaian suku kata /k/ /i/ - /k/ /i/ akan dilafalkan /ek/ /i/ - /ek/ /i/, dan ini akan lebih mudah menjadi /kiki/ dripada metode bunyi yang cenderung terjadi distorsi menjadi /kai-kai/.

c. Metode Selusur (Tracing)

Ada beberapa anak yang cukup sulit untuk mengingat satu bentuk visual. Karena kemampuan persepsi visual yang dianggap lemah, maka didaya­gunakan­lah kemampuan perseptual yang lain, yaitu persepsi auditoris dan taktil-kinestetik. Dengan asumsi tersebut, metode selusur menggunakan sekaligus beberapa kemampuan persepsi tersebut agar anak lebih dapat mencamkan apa yang harus diingatnya.
Langkah-langkah penerapan metode selusur ini adalah sebagai berikut:
  • Kepada anak diperlihatkan sebuah bentuk huruf berukuran besar, misalnya huruf “a”.
  • Guru menyebutkan nama huruf tersebut dan anak mengulanginya. Lakukan beberapa kali.
  • Suruh anak menelusuri pinggiran pola huruf “a” tersebut dengan jari tangannya. Lakukan
  • beberapa kali. Saat melakukan kegiatan ini, anak diharuskan membunyikan nama hurufnya.
  • Lalu, berikanlah kertas berisi pola huruf tersebut dalam bentuk rangkaian titik-titik.
  • Tugaskan anak untuk merangkai­kan titik-titik tersebut. Saat melakukan kegiatan ini, anak juga diharuskan membunyikan nama hurufnya.
  • Suruh anak membayangkan pola huruf tersebut dan “menulis­kannya” di udara. Saat melakukan kegiatan ini, anak tetap membunyikan nama hurufnya. Lakukan juga beberapa kali.
  • Berikan selembar kertas polos dan tugaskan anak menuliskan tersebut di kertas itu dengan membayangkan polanya.

Kerincian metode ini tampak dalam langkah-langkahnya yang panjang. Sebab, metode ini menerapkan beberapa proses persepsi sekaligus. Cob simak, selain aktivitas melihat (persepsi visual), anak juga harus melakukan aktivitas menelusuri (persepsi taktil kinestetik) dan membunyikan (persepsi auditoris).

Oleh karena itu, metode ini dianggap cocok untuk mengembangkan kemampuan mengenal huruf yang kadang sulit pada beberapa anak. Namun demikian, metode ini berguna juga untuk anak-anak lain. Langkah-langkah dalam metode ini dapat pula diterapkan sebagai kegiatan mengawali PBM setiap hari. Diharapkan semakin sering anak melatih aktivitas ini, anak akan semakin menguasainya.

d. Metode Suku Kata (Sylabling)
Metode ini sebenarnya memiliki beberapa sub metode yang masing-masing agak berbeda dasar pemikiran dan langkahnya.
1) Metode Suku-Kata-Murni
Mengandaikan suku kata sebagai satu kesatuan. Sehingga anak diajarkan lagsung satu suku kata tanpa mengenalkan huruf terlebih dahulu. Pengenalan huruf sendiri akan terjadi bersamaan saat anak membaca suku kata.

Metode ini mirip dengan metode IQRO dalam pembelajaran membaca Al-Qur’an. Huruf vokal di sini diandaikan sama dengan harokat pada huruf Arab.

2) Metode Suku-Kata-Kombinasi
Mengandaikan suku kata sebagai satu rangkaian huruf. Dengan demikian sebelum diajarkan suku kata, anak harus menguasai nama-nama huruf atau minimal sudah mengenal huruf-huruf yang akan digunakan dalam suku kata tersebut.

Saat mempraktiikan metode ini, secara bertahap anak diajarkan atau diingatkan kembali mengenai bunyi atau nama hurufnya.
Susunan pola huruf pada suku kata yang akan diajarkan mengikuti pola spiral, yaitu dimulai dari yang sederhana sampai ke yang kompleks. Misalnya diawali dengan pola KV-KV (Konsonan Vokal – Konsonan Vokal). Setelah anak menguasainya, baru dilanjutkan dengan pola-pola lain yang lebih rumit, misalnya pola KV-VK, VK-VK, VK-KV, KKV-KV, dan seterusya.
Biasanya saat melakukan praktik metode ini, akan diketahui metode pengenalan huruf yang mana yang paling mudah. Apakah metode alfabet atau metode bunyi. Pada prinsipnya, gunakanlah metode yang paling memudahkan anak.

e. Metode SAS (Synthesis Analysis Structure)

Merujuk pada namanya, metode ini berisi dua jenis proses berpikir yaitu SINTESIS dan ANALISIS, yang pada awalnya bisaditerapkan dalam kalimat. Sintesis adalah proses berpikir menggabungkan atau menyatukan. Sebaliknya analisis adalah proses berpikir menguraikan atau merinci.
Dengan demikian, kemampuan membaca anak dilatih dengan memproses suatu utuh teks, misalnya sebuah kata lalu diurai menjadi suku kata, menjadi huruf-huruf, lalu dikembalikan menjadi suku kata dan terakhir menjadi kata kembali.
Jadi, ada tiga tahapan proses dalam hal ini, yaitu STRUKTUR'-M E N G U R A I -MENGGABUNG
Umum/Tinjauan Khusus/Rincian Umum/Simpulan.
Sebenarnya, proses berpikir seperti ini lazim kita gunakan dalam proses berpikir sehari-hari. Terutama saat kita menguraikan sesuatu atau saat kita menyimak suatu pembicaraan. Biasanya pembicaraan akan dimulai dengan tinjauan yang bersifat umum, lalu diuraikan rincian­nya dalam sub-sub atau aspek-aspek khusus, dan terakhir disimpulkan dalam yang menggabungkan aspek-aspek tadi secara umum kembali.
Dengan metode ini anak dibiasakan menggunakan proses berpikir yang bertahap dan benar saat menghadapi objek yang membu­tuh­kan proses berpikir. Jadi, anak dilatih untuk tidak terburu-buru menyimpulkan sebelum melakukan proses yang lengkap. Dengan proses seperti ini, anak diharapkan lebih mantap lagi pemahamannya.
Namun demikian, agaknya metode ini harus dilakukan dengan hati-hati dan terencana agar tidak membuat anak jenuh dengan proses yang panjang dan bolak-balik seperti ini.

2. Pengembangan Kemampuan Menulis

Di samping membaca, kemampuan menulis juga merupakan kemampuan berbahasa sekunder karena media bahahasanya berupa tulisan. Menulis dapat kita maknai sebagai kemampuan membuat simbol yang tepat dan teratur untuk mengungkapkan maksud yang dipikirkan atau dirasakannya. Dalam aktivitas menulis paling tidak ada 3 hal, yaitu: (1) maksud yang ingin disampaikan; (2) ingatan akan simbol;(3) kordinasi mata-tangan; (4) aktivitas gerak.
Kemampuan menulis sendiri bertingkat dari yang paling sederhana sampai yang kompleks, yaitu (1) menjiplak; (2) menyalin; (3) dikte; dan (4) komposisi. Untuk sampai pada kemampuan proses ini anak tentunya terlebih dahulu harus mengenal, mengingat, dan membiasakan meng­gunakan simbol huruf dengan benar.
Karena kesamaan medianya, beberapa metode pengembangan ke­mam­puan menulis agak bermiripan dengan pengembangan kemampuan membaca. Terutama pada tahap awal yang berkaitan dengan pengenalan konsep simbol-huruf. Misalnya pada (1) metode selusur, (2) metode abjad/alfabet. Dengan demikian kedua metode ini tidak akan diuraikan kembali karena pada dasarnya sama dengan yang sudah diuraikan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan pada anak sebelum melakukan aktivitas menulis antara lain: (1) ketepatan memegang pensil; (2) kete­pa­tan posisi kertas; (3) konsep arah [dari-kiri-ke-kanan atau sebaliknya dari-kanan-ke kiri], dan (4) kemampuan mengkoordinasikan mata dan gerak tangan. Setelah itu anak bisa dilatih dengan beberapa aktivitas berikut ini.

a. Aktivitas Persiapan Menulis

Latihan ini amat penting melatih kemampuan peng­lihatan dan gerak jari tangan serta kemampuan memposisikan badan (bahu, siku, dan kepala secara tepat) saat melakukan aktivitas menulis. Kepada anak dilatihkan beberapa hal, diantaranya:
  • Latihan membuat Garis (lurus/lengkung)

Proses membuat garis bisa dilakukan dengan menyambungkan titik-titik, menyambungkan 2 buah titik menelusuri lorong, dst.

  • Latihan membuat Pola Geometris

Anak dilatih membuat pola lingkaran, segitiga,segiempat, dst.

  • Latihan Mewarnai

Anak dilatih mewarnai gambar, baik dengan warna yang sudah ditentukan maupun atas pilihan sendiri. Penting diingat anak bahwa dalam mewarnai ia tidak melewati garis batas.
Sebagai tahap awal, anak menggunakan crayon atau kapur. Pada tahap berikutnya anak perlu dibiasakan menggunakan pensil.

Langkah berikutnya adalah menerapkan aktivitas tersebut dalam pola-bentuk huruf. Jadi, akan ada aktivitas menjiplak huruf, menyalin huruf, menyambung titik-titik huruf, menelusuri huruf, dan seterusya.


b. Metode Fernald
Metode ini agak mirip dengan metode selusur tetapi diterapkan pada kata (1943/1988). Tetapi sebenarnya bisajuga diterapkan pada kata dengan sedikit modifikasi. Langkah-langkahnya a.l. :
  • Anak memilih kata yang akan dipelajari
  • Guru menuliskan kata dimaksud di kertas/papan tulis
  • Guru membacakan kata dengan lafal yang tepat, anak-anak mengikutinya
  • Anak menelusuri huruf-huruf, melafalkan kata itu bebrapa kali, lalu menuliskannya di kertas
  • dengan menyalin dari tulisan gurunya sambil tetap melafalkan bunyi katanya.
  • Kemudian anak disuruh menuliskan kata tersebut tanpa melihat kambali contoh tulisan guru.
  • Kalau pada tahap ini anak melakukannya dengan benar, maka ulangi kembali langkah-langkahnya dari langkah ke-4.
  • Bila anak sudah benar-benar menguasainya, simpanlah kata tersebut di tempat khusus,sehingga nanti bisa digunakan untuk bahan mengingat dan bahan bercerita.
  • Karena menggunakan beberapa sensori (penginderaan) sekaligus, maka metode Fernald sering juga disebut metode menulis multisensori

c. Metode Dikte

Metode ini sudah umum digunakan sebagai cara mengajarkan menulis yang cukup efektif. Dikte juga mendayagunakan beberapa kemampuan sensori secara bersamaan. Namun demikian, metode ini akan efektif pada anak-anak yang sudah mulai mengenal simbol-huruf. Oleh karenanya, metode ini baik digunakan setelah anak menggunakan metode selusur atau Fernald.

Metode ini cukup luwes, artinya bisa diterapkan pada pengajaran huruf, kata, maupun kalimat. Adapun, langkah-langkah menerap­kan dikte antara lain:

  • Guru menyuruh anak menyimak huruf/kata/kalimat yang akan dilafalkan
  • Ulangi pelafalan huruf/kata/kalimat bila perlu
  • Beri kesempatan anak untuk menuliskannya
  • Biarkan anak menuliskan huruf/kata/kalimat sambil melafalkan sendiri.
  • Setelah anak selesai menuliskan, guru menuliskan huruf/kata/ kalimat di papan tulis sebagai contoh
  • Suruh anak menyalin contoh dari gurunya di bawah tulisannya sendiri.
  • Ulangi lankah ke -1 sampai ke-6 ini dua atau tiga kali.
  • Akhiri kegiatan dengan mengoreksi bersama dengan menandai tulisan yang salah.

d. Metode Menulis-Huruf-Sambung

Metode ini sudah juga sudah umum digunakan sebagai cara membiasakan aktivitas menulis. Disebut Menulis-Huruf-Sambung karena pada aktivitas ini melatih anak untuk menulis dengan huruf yang terangkai dengan huruf berikutnya.
Selain melatih kemampuan menulis, sesungguhnya aktivitas ini juga mengem­bangkan daya tahan perhatian atau konsentrasi anak. Sebagai langkah awal, metode ini merupakan aktivitas lanjutan dari aktivitas persiapan menulis, yaitu: menjiplak, menyambung garis, menyalin.
Aplikasi metode ini biasanya menggunakan buku khusus yang memiliki lima buah garis (tiga lajur). Untuk mengefektifkan, ketiga lajur itu harus benar-benar didayagunakan.
  • Lajur atas digunakan untuk menuliskan bagian “kepala” huruf pada beberapa huruf yang memilikinya (seperti b, d, h, l, f, t).
  • Lajur tengah digunakan untuk menuliskan bagian “badan” huruf. Semua huruf menggunakan bagian ini.
  • Lajur bawah digunakan untuk menuliskan bagian “kaki” huruf. Beberapa huruf yang memiliki “kaki” antara lain: f, g, j, p.
Pola menyambungkan antar-huruf dan perbedaan huruf kapital dan huruf kecil harus juga diperhatikan dalam hal ini. Karena acapkali bentuknya amat berbeda satu sama lain.


Terima kasih telah membaca artikel ini.
Jangan lupa tuliskan komentar Anda!